Kelahiran yang Tertunda

17.54 Krisna Savindo 0 Comments

       Entah di mana keberadaan saat itu, belum dapat di tuangkan dengan kata-kata, di mana imajinasi berkuasa, sembilan bulan tak cukup untuk membendung nya, agar menjadi utuh atas seluruh organ, sepuluh bulan pun ikut berlalu, tak sanggup jua untuk menyelesaikan proses penetasan nya, timbul pertanyaan-pertanyaan dari sang ayah yang telah mempersiapkan segala sesuatu buat anak pertamanya, bahkan nama yang sangat istimewa pun sudah dirangkai seindah mungkin, segala hal telah diupayakan sampai tak ada satu pun yang bisa dilakukan lagi, apa harus pasrah kepada sang penguasa, sementara takut akan usaha belum maksimal, waktu terus berlalu, bulan ke sebelas pun tiba tanpa ada merubah keadaan, masalah semakin membuat keluarga resah dari Nenek yang menanti kelahiran cucu Pertamanya, sang Ibu yang tak bisa berkata-kata dengan gundah yang dirasakan hati, dan Ayah hanya bisa menanti keajaiban sebab Dokter pun tak punya solusi untuk kasus ini.

        Hanya berharap kepada sang pencipta, di saat tidak ada lagi harapan dan upaya yang di lakukan, waktu terus berjalan, hanya dapat menunggu mukjizat, dari ilahi yang memiliki dari semua apa yang hidup, rumah yang tidak begitu besar, terbuka lebar di atas danau yang tidak pernah tenang walau dinanti sampai kapan pun, suara riak nya terdengar hingga ke rumah melalui pintu,jendela dan lubang-lubang angin yang kecil, sehingga rumah berbilik empat yang hangat itu tiba-tiba dingin, hening tanpa suara dari orang-orang di dalam nya, sang Ayah yang tidak lagi mampu berfikir, untuk menahan segala kegelisahan dengan sabar, tiba-tiba muncul suara salam yang memecahkan suasana keheningan, sahutan balasan salam pun dibalas oleh seisi rumah, sosok pria yang tidak lagi muda itu, tidak banyak berbicara, langsung memperhatikan sosok seorang ibu yang berkeringat dingin, keringat nya bercucuran membasahi bantal yang mengganjal kepalanya, orang tua itu pelan-pelan mengusap kepala sang ibu, seperti seorang Ayah mengusap kepala anak nya, dengan tiupan yang lembut, sang ibu yang gundah dan cemas pun, perlahan memejamkan matanya, dengan tenang, sekejap sosok manusia yang mungil yang dibalut dengan ari-ari muncul, lahir ke dunia dengan tampang lugu tanpa dosa, ungkapan alhamdulillah yang terucap berhenti sekejap, dengan ekspresi wajah yang heran dan bingung melihat sosok bayi itu, tak ada suara jeritan yang menggema, gerak tangan dan kaki yang mungil tak terlihat sedikit pun, sang ayah yang memperhatikan dari sanding pintu dengan tanpa mengedipkan sedikit pun matanya, mulai meneteskan air matanya, yang sudah lama tak pernah menetes, tetesan air mata mengalir bersama suara hati yang pasrah terhadap sang penguasa yang merahasiakan kelahiran dan kematian.

           
        Siapa yang mengetahui pasti bahwa kematian dekat dengan seseorang bahkan diri kita sendiri pun tidak pernah tau itu, manusia hanya bisa menebak - nebak untuk hal kematian, kematian tidak pernah memandang bulu, kematian mampu datang kepada manusia yang baru hitungan jam menghirup udara, bahkan ada juga yang hanya diberikan kesempatan untuk hidup di dalam rahim Ibunya saja, setelah waktu tiba untuk lahir ke dunia, kematian langsung menjemput. Di sisi lain kehidupan pun terus hadir setiap menit, mereka yang lahir harus menunggu lama untuk mampu menggantikan mereka yang dihampiri kematian. Proses yang harus di jalani untuk dapat mampu menjadi pengganti-pengganti di muka bumi sangatlah panjang, harus bermetamorfosis.

Next : Metamorfosi