Restore the Identity of Mahasiswa

06.43 Krisna Savindo 0 Comments

     Bukan status sebagai mahasiswa yang di maksud dalam hal ini, dan juga bukan identitas simbolis yang akan di kembalikan dari diri mahasiswa.

      Berawal dari fase klasifikasi dari manusia yang biasa di sebut dengan pemuda, bukan remaja, atau orang dewasa. Adapun penggunaan kata pemuda ini melekat kepada orang yg berumur 18 hingga 38 tahun.

     Ada sesuatu hal yang spesial dengan pemuda, di mana saat masa orde lama, para tokoh pemuda biasanya sering di sapa dengan Bung, seperti sering kita dengar Dwi Tunggal Indonesia yang pertama kali, lebih akrab disapa dengan Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sahrir, dan banyak tokoh lainnya, bahkan seorang Natsir pun sempat di sapa Bung Natsir. Sentralnya posisi pemuda sangat strategis sebagai penggerak yang sangat efektif, yang memiliki semangat lebih dalam memperjuangkan sesuatu, seperti yang di sampaikan DR.Yusuf Qadhawi.

     Namu ada satu hal yang harus kita ketahui bersama bahwa, kelas pemuda juga terbagi-bagi kembali, salah satu nya pemuda sebagai mahasiswa. mereka lah yang di negri ini yang nyata elitnya sebagai sebuah generasi, dimana hari ini belum banyak pemuda yang mendapatkan peluang untuk menjadi mahasiswa.

     Seharusnya posisi sentral yang dimiliki mahasiswa, menjadi posisi yang paling strategis dalam mengontrol sosial masyarakat, dan mengontrol perubahan sosial. Pemuda yang mendapat pendidikan tinggi, punya tanggung jawab sosial yang besar.

     Selain memiliki tanggung jawab besar tersebut sebagai identitas mahasiswa yang memiliki karakter khusus sebagai pemuda yang berideologi yang muncul dari memiliki intelektual lebih untuk melahirkan ide-ide yang akan menjadi solusi bersama dari permasalahan bersama.

     Mahasiswa juga secara identitas tercermin dari karakter dan sikap. Salah satunya karakter beridealisme yang kuat mewujudkan sikap yang yang berpendirian teguh terhadapa apa yang dipercayainya, bukan dari pengaruh orang lain, dari hal ini pula munculnya independensi dari mahasisiwa.

     Untuk menjadi mahasiswa yang beridentitas seperti hal-hal yang di paparkan tersebut harus mengikuti atau menjalani proses untuk dapat terlahir menjadi mahasiswa secara utuh.

Pertanyaannya proses seperti apa yang harus di lalui oleh mereka?

     Untuk dalam tulisan ini saya tidak akan menjawab hal  tersebut, biarlah mereka para mahasiswa yang mencari sendiri wadah atau instrument yang sesuai dengan diri dan apa yg di cari.


     Namun dalam hal ini paling penting dipahami adanya pola awal sebagai sesuatu yang mendasar agar dapat mengantar pada proses yang membentuk sebagai mahasiswa.

    Manusia dari kecil cendrung sulit mengontrol unsur dari keinginan dari sisi hawa, seperti keinginan dari kesenangan yang berfikir didasari enak dan tidak enak hal ini adalah suatu kewajaran bila berada pada waktu yang tepat. Namun sangat tidak tepat apa bila hal tersebut masih terdapat pada diri mahasiswa, sebab seharusnya mahasiswa sudah harus berda pada fase estetika, yang mengedepankan sikap dan perbuatan, yang didasari pertimbangan benar salah dan baik buruk dari suatu hal yang akan di lakukannya, apakah hal itu bermanfaat atau tidak, sehingga, sebagai mahasiswa yang berestetika tinggi menghasilkan, aktivitas positif.

0 komentar:

Twenty Two Years on Earth

14.05 Krisna Savindo 0 Comments

Tak pernah dijanjikan pada ku sesuatu yang menyenangkan, tidak pernah pula hal yang tidak menyenangkan.

Tidak ku sadari keterpaksaan dan juga bukan kemauanku sendiri. tidak pernah sesadarku berjanji, atau terpaksa untuk berjanji. Tidak ada pilihan untuk ku, dan taksadar ku terlahir.

Tidak siap untuk menolak, bukan materil yang menjadi amanah, sebelum aku menjadi aku, tak bernama dan tak berwujud.

Suatu Seni rupa dan berterapan Ciptan Maha Karya, lekat kesempurnaan dengan amanah yang harus diisi dari kekosongan ruang karya yang tiada tara sehingga wujud dari kebebasan bersikap dan bertindak dapat terwujud menjadi representatif perwakilan sang Khalik fil Ardi.

Gelap gulita, hanya harapan yang bercahaya, hanya bisa menunggu, tak tau apa yang terjadi di luar sana. Proses adaptasi dalam lingkungan baru, bersabar menanti kenyataan akan kebebasan.

Hal ini tentang 22 tahun yang lalu, namun bukan untuk 22 tahun yang lalu, hanya saja momentum setelah 22 tahun setelah itu.

Energi tanpa batas disusupkan kedalam bangkai yang belum sedikitpun siap untuk menjadi representatif akan tugasnya mengawal kehidupan bersosial. Walaupun utntuk dapat menjadi bangkai saja butuh perjuangan besar mengalahkan makhluk yang tidak kasat mata untuk membuktikan kelayakan sebagai yang unggul, tetaplah bangkai yang tidak berdaya, seonggok daging yang akan menjadi mhakarya yang tak dapat tersaingi dalam penciptaannya.

Energi yang luar biasa tidak terbatas tersebut harus pula beradaptasi dalam lingkungan yang baru, penyesuaian control akan pengaktifan generator kehidupan yang kelak harus terhubung antara akal dan qalbu.

 Proses perkembangan yang cukup lama juga sanagt sulit untuk dijadikan tolak ukur kesempurnaan, dan juga singkatnya waktu, tidak pula menjadi faktor penentu akan wujud dan mental yang baik, hal ini hanya membutuhkan waktu yang pas, entah karna sebuah dorongan atas perintah yang menciptakannya, atau dasar rasional dan logika yang belum sama sekali di mengerti.

Pada waktu yang tepat, manusia terlahir, terlahir sebagai salah satu makhluk, yang cukup lama pertumbuhannya dibandingkan makhluk lainnya, pada saat ia lahir makhluk ini hanya bisa menangis, kemudian mulai pandai tersenyum dan berlanjut dengan kepandaian-kepandaian yang lainnya.

Namun bukan hal tersebut yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini. Saat makhluk ini lahir, seketika iya menjerit menangis, entah isyarat apa yang ia samapikan dengan bahasa tubuhnya, entah gamang karena cahaya yang menyilaukan, atau suara-suara yang menyengat pendengarannya, apakah aroma darah yang begitu pekat didunia ini, jangan-jangan karna air yang menyentuh kulitnya karna belum terbiasa......

Entahlah, semuanya telah berlalu, namun belum kuketahui jawabannya. Tapi ada pertanyaan yang muncul belakangan ini, setelah hidup 22 tahun lamanya, aku baru sadar akan hal ini, kenapa aku tidak ingat sama sekali, apa tujuan aku dilahirkan, apa kontrak  amanah yang ku sepakati untuk aku emban, saat aku sebagai jiwa.


Bagai mana aku dapat menjalankan tujuan aku dilahirkan, tujuan aku di utus ke muka bumi ini, semanatara sedikitpun aku tidak ingat. apa memang proses tumbuh, berkembang yang membuat aku sebagai manusia lupa semuanya, atau hilangnya semua akan itu semua yang ku tangisi saat aku di lahirkan.....

Kesalnya pada diri sendiri, kenapa pertanyaan ini baru hari ini terfikir oleh ku, disaat kerinduan untuk kembali ke pangkuannya baru aku renungkan, apakah mungkin kesadaran ini memang sebuah ketentuan akan waktu yang juga dialami setiap orang? bagai mana dengan mereka yang tak sampai masa hidupnya dengan ketentuan waktu yang sudah ditetapkan? 

Jawaban dari pertanyaan ini semua memang tidak dapat ku pertanyakan saat ini, karena hanya Dia yang maha akan mendengar dan melihatlah yang memiliki kapasitas untuk menjawab ini semua, aku hanya mampu mencari lembaran-lembaran kehidupan untuk semakin lebih dekat dengan Dia yang menciptakan ku. 

Beberapa hal yang kusukuri dalam hidupku, aku terlahir dari dua manusia yang membukakan jalan-jalan yang gamang untuk dilalui orang banyak. Kusyukuri akan semua pilihan yang kuambil memberikan pelajaran-pelajaran yang luar biasa. Kusyukuri pula aku berjumpa dengan orang-orang yang tepat untuk ku jumpai. Juga kusyukuri bahwa hari ini aku menemukan tempat serta kelompok yang mampu merasionalkan pada ku kenpa aku harus tetap hidup tanpa harus pesimis sedikitpun.

0 komentar: