Mother Took Off With the Heart

02.05 Krisna Savindo 0 Comments

     Ketika di tanya pada seorang ibu apa yang paling tersulit dalam hidupnya, dia akan menjawab, berpisah dengan anaknya.

     Tidak sempurna dapat hati merasakan terhadap apa yang dirasakan ibunda pada saat itu, namun kami yang berada di dalam kamar warung telepon pada saat itu tercengan seketika saat hendak mengabarkan bahwa saya diterima di pesantren Al-Ikhlas. Belum sempat ayahanda bercerita banyak tentang proses segala sesuatunya yang sudah diurus mulai dari pembayaran-pembayaran sampai pada mengukur baju sekolah, sang ibu menyampaikan isi hatinya agar anak laki-laki pertamanya itu jangan disekolahkan jauh darinya, harap anaknya di sekolahkan di Pulau Nias saja.

    Ayahanda menanggapi permintaan sang ibu dengan susulan penjelasan tentang ikhwal yang sudah diurus untuk anaknya yang sudah diterima untuk dapat bersekolah di Pesantren, hati yang sempat sesaat bercahaya lantaran gembira, perlahan meredup pikiran ini mulai melayang pembicaraan ayahanda sayup mulai tak terdengar lagi, pikiran ini tertegun terjebak dalam mesin waktu yang seharusnya hanya sebuah konsep yang belum pernah terwujud.

    Pikiran ini menjelajah dalam putaran waktu mundur ditarik oleh perasaan-perasaan masa lalu yang hangat direkam oleh memori yang sebenarnya sudah lama terpendam. berusaha mencari rekaman yang hangat tiba-tiba mesin itu terhenti pada masa perdebatan antara anak dan ibu, perdebatan tentang suatu kebenaran, di depan rumah dan kios kecil yang tidak dapat disebut rumah ataupun toko, tapi tempat itu tempat yang kami tinggali.

    Waktu itu sekitar pukul 11 menjelang siang, duduk berdua dengan kursi pelastik di depan toko kecil ibu duduk dibelakang ku yang duduk diatas kursi pelastik yang lebih kecil. Saat itu suasananya begitu sejuk karena orang tidak begitu ramai lalulaang, ibu yang duduk di belakangku mengulurkan tangannya kedepan sampil membuka buku belajar membaca yang disertai gambarnya, tentunya aku sendiri yang akan belajar. Prosesi belajar membaca berjalan dengan suka gembira samapai, semakin ku selesaikan setiap halamannya, semakin cepat aku lalui halaman halam tersebut, sampailah pada ketika aku harus berdebat dengan sang ibu, dikarnakan ada yang salah dengan bacaan ku.

    Ibu marah kepada ku, iya merasa aku bohongi selama proses belajar membaca itu. Namun aku tidak merasa bersalah sedikitpun, hingga akhirnya perdebatan antara anak dan ibu terjadi, perdebatan pertama kali dalam hidupku dengan ibu.

     Jadi dari tadi gak dibaca ya..?
    Baca ma... aku bicara tegas kala itu
     ini kok salah bacanya....? ibu kembali menegaskan aku salah membecanya...
     udah benar itu maaa...
    coba baca ulang lagi...!
    dengan jantung yang berdebar aku mencoba memumali dengan nada orang membaca pelan-pelang tanpa mengejanya...
     BE..N...DI..
    kan salah bukan BENDI nak...
    Aku pun makin keras, BENDI ma ini BENDI sambil menunjuk halaman bergambar itu.....
    Tepatnya aku menunjuk gambarnya...

   
     Benarkan dugaan mama... menyelah sesat aku menunjuk gambar, dari tadi cuma liat gambar aja, gak ada di baca...
    Ini bacaannya DEL...MAN...

     Tapi inikan BENDI ma...., aku masih tetap dengan pendirian ku
    Tiba-tiba terdengar suara sahutan dari seberang jalan di gang rumah kami yang beraspal itu, yang menyebabkan sang ibu berhenti untuk menyangkal sanggah pembenaran ku.
    Gak salah anak mu... dia udah benar, dia percaya dengan apa yang dia lihat... ternyata suara khas tersebut adalah suara angku malin yang menjual rempah-rempah yang dari tadi menyimak sambil melakukan pekerjaannya.
     Sang ibu sentak sesaat terdiam, dan melanjutkan tugasnya..
    Baiklah Coba dieja dulu lagi satu-persatu...!
Aku pun melanjutkan sesi belajar membacaku, sambil riang dalam hati merasa menang dalam perdebatan tersebut.

    Hangat saat itu bila diulang dan dikenang, sebab tidak akan mungkin ku ulang lagi, rindu denga ibu tiba-tiba menyerang ku,  tetesan hangat semakin nyata terasa di wajah ini semakin ku kedipkan, semakin berlimpah tetesan air yang hangat tersebut di wajah. Tersadar bahwa air mata telah membuat pipi ku basah saat mencobah menyentuh pipi, suara sang ayah kembali sayup-sayup terdengar, saat makin jelas suaranya tak lagi terdengar pembicaraan terkait sekolah di Nias atau di Bumi Minang ini.



    Akhirnya telepon pun di tutup sang ayah, sambil kembali kerumah Nenek dalam perjalanan setiap langkah ayah bercerita, bahwa mama sudah gak papa, biasa lah namanya juga ibu dengan anaknya, mana rela dia melepas anaknya jauh dari dia, dia pasti mikir bagai mana makannya nanti, tidurya, cuci bajunya...

   Sudah ayah jelaskan kok, gak usah difikirkan, kalo yang dicemaskannya udah dipersiapkan oleh orang-orang dipesantren, jadi sekarang Mama udah tenang cukup tenang hatinya, gak cemas lagi, udah gak khawatir, tapi katanya waktu ngantar masuk pesantren nanti, mama meminta biar dia yang mengantarkan, jelas sang ayah....

    Begitulah seorang ibu, banyak hal-hal yang tidak mampu kita nilai dan kita artikan dalam sikapnya, tidak pernah sedikitpun dalam detik hidupnya hilang rasa kasih dan sayang kepada anaknya, hanya saja terkadang mereka tidak tau cara yang tepat dan lebih baik untuk mengungkapkan kasih sayang kepada anak-naknya, jadi jangan pernah membenci Ibu mu, orang yang menyayangi mu tanpa syarat, tanpa meminta balasan sedikitpun.

     Tidak akan dapat terbalas jasanya, jika pun berusaha untuk membalasnya tidak akan cukup waktu kita selama hidup ini untuk mengimbangi jasanya karna ingatan kita sendiri tidak mampu membendung masa-masa yag hangat itu, sehingga harus ada yang mesti dibuang, bagai mana mungkin kelak mau melunasi jasa beliau.

    Pertanyaan yang sulit untuk kita jawab...
Kapan terkahir kali kita berbicara dengan Ibu...?
Kapan terakhur kali kita mengatakan kita sayang kepada Ibu...?
Kapan terakhir kali kita memeluk Ibu...?
Kapan terakhir kali kita makan bersama Ibu...?
Kapan terakhir kali mengajak Ibu jalan-jalan seperti beliau dulu membawa kita jalan-jalan...?
Kapan terakhir kali kita menyalami dan mencium tangannya...?
Apa yang akan kita lakukan jika saat ini Ibu berada dekat kita...?
Apa yang akan kita katakan...?
Jika Masih ada waktu untuk bersama, apa yang ingin kita lakukan bersama Ibu...?

0 komentar: