Romanticism Reflection Role of Youth and Students
Pemuda.....
Ada
apa dengan pemuda? Kenapa bukan remaja? Atau kenapa ia tidak disebut orang
dewasa? Terlebih lagi jika kita mengingat kembali, kenapa pada tanggal 28
Oktober 1928 para pemuda bersumpah sebagai bukti otentik Bangsa Indonesia di
lahirkan?
Dilaksanakan
konggres pemuda di mana diikrarkannya Sumpah Pemuda sebagai reaksi atas
menjamurnya organisasi-organisai yang bersifat kedaerahan dan statemen yang di
lontarkan Hendrikus Colijn -mantan Menteri Urusan Daerah Jajahan, kemudian
Perdana Menteri Belanda, juga bekas Veteran perang Aceh dan ajudan Gubernur
Jenderal van Heutz. Sekitar tahun 1927–1928-, yang ditulis dalam sebuah
pamphlet, yang menyebut Kesatuan Indonesia sebagai suatu konsep kosong.
Katanya, masing-masing pulau dan daerah Indonesia ini adalah etnis yang
terpisah-pisah sehingga masa depan jajahan ini tak mungkin tanpa dibagi dalam
wilayah-wilayah. Namun statemen tersebut di bantah oleh para pemuda dengan
diikrarkan Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa. Pada saat itu juga untuk
pertamakalinya diperdengarkan lagu Indonesia Raya ciptaan W.R. Supratman.
Peristiwa ini yang akhirnya kita kenang sebagai hari Sumpah Pemuda.
Panjangnya
sejarah peristiwa Sumpah Pemuda ini diawali dengan didirikannya organisasi Budi
Utomo oleh Soetomo pada 20 Mei 1908, sehingga memberikan inspirasi yang membuat
berdirinya organisasi dan Partai baru seperti Sarekat Dagang Islam yg menjadi
Sarekat Islam oleh Tjokoaminoto, Trikoro Darmo berubah menjadi Jong Java yang
di prakarsai oleh Satiman Wiryosanjoyo, dari Timur Lahir Jong Ambon, Jong
Celebes, Sekar Rukun, Pemuda Kaum Betawi, dan Tokoh Perhimpunan yang berada di
Belanda juga mulai membuat Pergerakan. Pada 15 November 1925 di adakan
pertemuan yang di hadiri Jong Java, Jong Sumatranen Bon, Jong Ambon, Jong
Bataks Bon, Pelajar Minahasa, Sekar rukun dan Peminat Perorangan untuk
membentuk Konggres Pemuda pertama yang terlaksana pada 1926, dalam Konggres ini
diusulkan untuk melakukan fusi atau peleburan diantara begitu banyak organisasi
pemuda di tanah air untuk menyatukan misi, dikarnakan belum mencapai
kesepakatan, maka memicu untuk dilaksanakan Konggres pemuda ke dua, yang
diketuai oleh Sugondo Djoyopuspito, dan dilaksanakan pada tanggal 27 hingga 28
Oktober 1928 bertempat jalan Kramat 106 Jakarta. Pada tanggal 28 Oktober
nya hari itu seluruh organisasi pemuda
melebur pada satu wadah yang bernama INDONESIA MUDA.
Peristiwa
sumpah pemuda mengandung beberapa esensi yang sangat berarti bagi pergerakan
nasional indonesia menuju kemerdekaannya. Diantara esensi-esensi tersebut:
Merupakan
tekad sosial-kultural dan politis untuk menyatukan persepsi dalam rangka
membebaskan bangsa dan tanah air Indonesia dari penjajahan serta mempertahankan
kedaulatannya.
Menunjukan
bahwa di atas tanah air yang berbangsa dan berbahasa Indonesia tak selayaknya
ada penjajahan dalam bentuk apapun dan dilakukan siapapun.
Timbulnya
kekuatan kultural yang membongkar kebekuan primodialisme, artinya, ketika
membicarakan persoalan bangsa tidak ada lagi jong java, jong ambon, jong
Celebes, atau jong borneo, yang ada hanya kaum muda Indonesia yang memiliki
satu tanah air, bangsa dan bahasa, yakni Indonesia. Ini berarti tali ikatan
primodial harus di lepas demi cita-cita merebut kemerdekaan dan kedaulatan
Negara Indonesia.
Bahwa
dengan mengakuinya bahasa dan bangsa satu yaitu Indonesia, tidak berarti bahwa
keanekaragaman bahasa daerah harus di lebur, budaya dan keragaman suku bangsa
dihapuskan, akan tetapi keanekaragaman bahasa daerah, budaya dan suku bangsa
tsb, secara otomatis menjadi aset budaya bangsa yang harus di pelihara,
dihormati, di kembangkan, namun dengan atas nama Indonesia. Artinya setiap suku
bangsa yang mempunyai budaya, bahasa lokal/daerah harus meyakini bahwa budaya
dan bahasa lokal tersebut merupakan milik suku bangsa yang telah mencipta,
mengembangkan dan memeliharanya, juga milik bangsa Indonesia keseluruhan, yang
berarti juga milik suku bangsa lain yang tidak menciptanya, karena suku-suku
lain tersebut merupakan bagian dari bangsa indonesia. Hal ini berarti juga
bahwa setiap suku bangsa yang telah menyatakan kesatuannya dalam satu bahasa,
satu bangsa dan satu tanah air harus menghormati perbedaan suku, bahasa, budaya
lokal atasa nama Indonesia.
Disamping
mengandung esensi tersebut di atas, ada hal lain yang menjadikan peristiwa
Sumpah Pemuda ini sangat berarti bagi pergerakan nasional Indonesia, dan ini
mungkin banyak yang kurang memperhatikannya, yaitu isi uraian pidato yang
menulis rumusan Sumpah Pemuda tersebut, yaitu Moehammad Yamin, tentang arti dan
hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa
memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan,
dan kemauan.
Melihat
tekat dan pergerakan yang dilakukan para pemuda, dalam esensi sumpah pemuda,
membawa kita kembali berfikir bahwa pemuda pada pra Kemerdekaan sudah mampu
menjadi penentu arah dalam perubahan sosial di Negara ini, yang hingga saat ini
menjadi sebuah bukti nyata perjuangan yang mereka lakukan menjadi sebuah
perjanjian yang dipegang teguh oleh bangsa Indonesia sampai saat ini.
Proses
kelahiran Bangsa Indonesia ini merupakan buah dari perjuangan rakyat yang
selama ratusan tahun tertindas dibawah kekuasaan kaum kolonialis pada saat itu,
kondisi ketertindasan inilah yang kemudian mendorong para pemuda pada saat itu
untuk membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan martabat hidup orang
Indonesia asli, tekad inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia
hingga berhasil mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus
1945.
Fase
ini sangat nyata bagi kita semua peranan pemuda yang melekat dalam setiap
peristiwa menjadi hal yang sakral, untuk itu perlu kita telusuri nilai-nilai
yang dikandung para pemuda di saat itu, yang membuat mereka dengan semangat
yang berapi-api, melakukan sebuah gerakan yang menentukan arah bangsanya
sendiri.
Ada
sesuatu hal yang spesial dengan pemuda, di mana saat masa orde lama, para tokoh
pemuda biasanya sering di sapa dengan Bung, seperti sering kita dengar Dwi
Tunggal Indonesia yang pertama kali, lebih akrab disapa dengan Bung Karno, Bung
Hatta, Bung Sahrir, dan banyak tokoh-tokoh lainnya, bahkan seorang Natsir pun
sempat di sapa Bung Natsir. Sentralnya posisi pemuda sangat strategis sebagai
penggerak yang sangat efektif, yang memiliki semangat yang lebih dalam
memperjuangkan sesuatu, seperti yang di sampaikan DR.Yusuf Qadhawi.
Menurut
DR.Yusuf Qardhawi Pemuda adalah suatu umur yang memiliki kehebatan sendiri,
bagaikan matahari maka usia muda ibarat
jam 12 ketika matahari bersinar paling terang dan paling panas.Pemuda memiliki
kekuatan yang lebih secara fisik dan semangat bila dibanding dengan anak kecil
atau orang-orang jompo.Pemuda mempunyai potensi yang luar biasa, bisa dikatakan
seperti dinamit atau TNT bila diledakan.Subhanallah.
Ortega
G. Yasset juga mengungkapkan, bahwa pemuda adalah agent of change dimana kemapuan dan intelektualitas pemuda memberi
sumbang sih yang besar dalam perubahan. Sepaham dengan hal tersebut, Jack
Newfield menyebut pemuda sebagai a
prophetic minority. Yaitu kaum minoritas dalam masyarakat namun dapat
memainkan peran profetik. Dimana kaum muda selalu memandang ke depan dimana hal
etrsebut belum dipikirkan masyarakat kebanyakan. Pemuda selalu membawa
perubahan di setiap jamannya.
Dari
sebuah golongan pemuda juga memiliki sebuah kelompok, kelompok ini bagian
minoritas dari golongan pemuda, dikarnakan sedikitnya jumlah kelompok ini maka
sering kelompok ini disebut kaum elit, merekalah yang disebut dengan mahasiswa.
Mahasiswa sapaan bagi para pemuda yang sedang menjalani pendidikan di Univesitas
atau perguruan tinggi. Mengapa ada pembedaan antara mahasiswa dan pemuda, yang
harus kita ketahui bahwa dari sekian banyak pemuda tidak dapat disebut semuanya
mahasiswa, namun semua mahasiswa pastilah seorang pemuda. Dalam sejarah
kelompok elit mahasiswa juga memiliki peran-peran yang sangat strategis sebagai
Agen of change dan Agen of Social control.
Mahasiswa mempunyai peranan yang
amat penting bagi masyarakat. Selain belajar. Mahasiswa merupakan penyalur
aspirasi rakyat ke pemerintah. Mahasiswa mempunyai banyak akses untuk
menyalurakan aspirasi rakyat ke pemerintah. Mahasiswa adalah harapan
masyarakat, begitulah idealnya Mahasiswa. Tentang status dan peran mahasiwa
tergambar dalam Tridarma Perguruan Tinggi yang berisikan pendidikan, penelitian
dan pengabdian pada masyarakat.
Tri
Darma Perguruan Tinggi tentunya harus dipahami oleh semua kalangan mahasiswa.
Kalau hal itu dipahami, maka perguruan tinggi benar – benar menghasilkan para
sarjana yang berkualitas, berdedikasi, dan berintegritas. Dimulai dari
fungsinya sebagai insan akademis, insan agama, sampai pada insan
kemasyarakatan. Sejarah pun menggoreskan tinta emas tentang peranan mahasiswa
Indonesia. Perjalanan sejarah itu dimulai dari 1908 sampai pada 1998. Gerakan
mahasiswa telah menjadi fenomena penting dalam perubahan politik yang terjadi
di Indonesia. Pada sast itu Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat
berpendidikan dan sehari-harinya bergelut dengan pencarian kebenaran dalam
kampus melihat kenyataan yang berbeda dalam kehidupan nasionalnya. Kegelisahan
kalangan mahasiswa ini kemudian teraktualisasikan dalam aksi-aksi protes yang
kemudian mendorong perubahan yang reformatif dalam sistem politik di Indonesia.
Mahasiswa
sering menjadi konseptor sekaligus aktor dalam penentu, untuk melakukan
pergerakan dalam pentas sejarah.
Perjuangan
mahasiswa di kanca sejarah dunia sudah tidak perlu diragukan lagi, banyak
peristiwa-peristiawa di Dunia yang menjadi penentu untuk akan dibawa kemana
suatu negara tersebut. Peristiwa-peristiwa tersebutdapat kita lihat seperti di
Eropa terkhusus di Hungaria, Revolusi menuntut kemerdekaan, kebebasan dan
pengusiran Uni Soviet dimotori oleh Dewan mahasiswa Revolusioner melalui
Manifesto 14. Mereka berhasil menghimpun 100 ribu massa pada tanggal 23 Oktober
1956. Di Yunani, National union of Greek
Students, wadah perjuangan mahasiswa Yunani – berhadapan dengan rezim
papandreou menuntut kebebasa, demokrasi, keadilan sosial dan HAM. Union National des Etidiants de France
(UNEF) - wadah perjuangan mahasiswa Perancis – memelopori pemogokan umum
menyeluruh selama dua bulan pada Mei - Juli 1968. Aksi ini memicu “Krisis Mei”
yang tercatat dalam sejarah sebagai krisis paling hebat di Prancis sepanjang
abad 20.
Di
Amerika Latin, Pergolakan Mahasiswa di Amerika Latin diinspirasi oleh dan tidak
bisa dilepaskan dari peran Kuba dan rezim Fidel Castro. Bolivia misalnya
mendapat sorotan dunia ketika Che Guevara - Tokoh muda revolusioner yang sukses
bersama Castro menumpas diktator Batista - tewas di sebuah pegunungan Bolivia.
Tahun 1928, mahasiwa Bolivia membentuk Confederation Universitaria Boliviana
(CUB). Mereka mengusung dua tuntutan yaitu otonomi kampus dan co-goblerno atau
partisipasi mahasiswa dalam pemerintahan kampus yang menghadapkan mereka dengan
pemerintahan otoriter.
Di
Afrika, Revolusi Aljazair meletus 1 November 1954 menuntut kemerdekaan dari
penjajahan Perancis. Rakyat Aljazair merapatkan barisan dalam Front Nasional
Pembebasan Rakyat Aljazair. Pada front perlawanan ini terdapat unsur-unsur
aktivis mahasiswa yang berperan cukup efektif melakukan mobilisasi pemogokan
umum. Sudan, Gerakan mahasiswa di Sudan tergabung dalam University Student’s
Union merespon keadaan ekonomi yang sulit karena korupsi yang merebak dari para
pejabat negara. Mereka melakukan berbagai aksi demonstrasi menekan rezim
Jenderal Abboud tahun 1964. Ketegangan meningkat setelah tentara menembak mati
seorang mahasiswa yang berujung pada pemogokan umum dan berhasil memaksa
Jenderal Abboud memberhentikan menteri-menteri yang dituding korup dan amoral.
Di
Benua Asia, Pada 27 April 1960 mahasiswa di turki mengadakan pertemuan di
Universitas Istambul, menyatakan penghargaan dan selamat atas keberhasilan
mahasiswa Korea Selatan menggulingkan rezim Dr. Syngman Rhee. Pertemuan
dibubarkan polisi dan 15 orang mahasiswa ditangkap. Mahasiswa marah dan
mengerahkan sekitar 10 ribu mahasiswa berdemonstrasi di kampus selama 1 bulan.
Kaum intelektual spontan berdiri di belakang gerakan mahasiswa. Tindakan
represif aparat mengakibatkan 20 orang mahasiswa tewas dan harus dibayar mahal
oleh Rezim Menderes yang korup. Pada tanggal 29 Mei 1960 Pemerintahan Menderes
terguling. Di Korea Selatan, Gerakan mahasiswanya menuntut pemilu ulang yang
demokratis pada tahun 1960. Demonstrasi yang awalnya tertib menjadi brutal
ketika polisi dan tentara justru melakukan tindakan represif. Keadaan semakin
kacau ketika kekuatan politik oposisi ikut bergerak. Akhirnya militer mengambil
kekuasaan dan menurunkan Dr. Syngman Rhee yang telah berkuasa selama 12 tahun
dan telah menciptakan sebuah rezim yang korup dan amoral. Pemerintahan Militer
menjadwalkan pemilu ulang. Setelah kembali ke kampus, mahasiswa membentuk
sebuah jaringan organisasi mahasiswa untuk melakukan pemantauan pemilu.
Di
Indonesia, Krisis moneter di pertengahan tahun 1997 menghancurkan legitimasi
kekuasaan rezim Soeharto yang semakin korup, kolutif dan nepotis. Selain itu
juga Tuntutan mahasiswa untuk melakukan reformasi total mengerucut pada
tuntutan untuk mengganti kepemimpinan Soeharto. Peristiwa penghilangan paksa
yang dialami oleh aktivis-aktivis, terjadinya penculikan terhadap beberapa
aktivis dianggap meresahkan stabilitas Negara, sehingga gerakan pro demokrasi
pada tahun 1997 dan 1998 adalah sebuah peristiwa yang menjadi moment penting
dalam arus gerakan pro demokrasi di Indonesia apalagi gerakan mahasiswa
mengalami eskalasi setelah terjadi penembakan yang mengakibatkan tewasnya 4
orang mahasiswa Universitas Trisakti yang sedang berdemonstrasi, Puncak aksi
mahasiswa terjadi pada bulan Mei 1998 dengan menduduki Gedung Parlemen selama 5
hari dan berakhir dengan turunnya Soeharto dari jabatan presiden setelah
berkuasa selama 32 tahun dan berlanjut hingga isu Habibi yang menggantikan
soeharto dianggap sebagai antek-anteknya soeharto yang tidak kunjung mengusut
kasus korupsi Soeharto, ada dua indikasi yang kita lihat, bahwa apakah masa itu
menjadi titik mulai membaiknya negara ini atau titik rusak nya negara ini.
Mungkin
masih banyak mahasiswa-mahasiswa saat ini yang belum mengetahui berapa besar
gerakan yang dilakukan mahasiswa di masa itu, di mana mahasiswa di setiap
daerahnya turun kejalan. Aparat Polisi, dan TNI menjadi lawan yang tangguh bagi mahasiswa, sehingga perlawan di masa itu
terus berkesinambungan, sebenarnya saat ini kita dapat kembali melihat kejadian
di masa itu melalui film dokumenter untuk mengenang para mahasiswa yang gugur
akibat penembakan. Itulah mahasiswa di masa itu yang hingga saat ini pun ada
beberapa kasus yang belum selesai, aktivis yang hilang pun tak kunjung kembali
kepada keluarganya. Beberapa waktu belakangan ini tepatnya 13 Agustus 2012
refleksi melawan atau menolak lupa pun dilakukan oleh kalangan mahasiswa,
memperingati hari orang hilang sedunia, yang di dasari menghilangnya 13 aktivis
14 tahun lalu.
Sepertinya,
sejarah terlanjur mempercayakan kepada pemuda dan mahasiswa untuk membuat
perubahan.
Perubahan
yang pro rakyat, yang dapat mengendalikan sosial mewujudkan sila ke-tiga,
kontrak atau perjanjian apa yang sudah di buat sebelumnya, yang pasti ketika
seorang pemuda yang telah kuliah di perguruan tinggi, ialah wakil dari sekian
banyak pemuda, pemuda tersebut menjadi mahasiswa yang memiliki pengetahuan
lebih untuk dapat di abdikan kepada masyarakat, bangsa dan negara.
Harus
kita ketahui, benang merah perlawanan yang menjadi bentuk sebuah pergerakan
dari mahasiswa, lahir dari kondisi yang dihadapi masyarakat yang sudah tidak
sesuai lagi dengan cita-cita negara dan harapan masyarakat. Pada hubungan ini
lah yang selalu menjadi nilai dan pola tindakan mahasiswa yang dibangun menjadi
sebuah gergerakan. Ketika kita melihat lebih mendasar lagi, kepedulian, rasa
memiliki dan tanggung jawablah yang mampu menjadikan mahasiswa semangat untuk
memperjuangkan keseimbangan sosial. Pertanyaannya apakah pada saat seperti ini
masih banyak yang memilikinya?
Gerakan
mahasiswa merespon berbagai situasi dan kondisi tersebut atas dasar kesadaran
moral, tanggung jawab intelektual, pengabdian sosial dan kepedulian politik. Situasi
Global sering menjadi faktor yang memicu dan mematangkan kekuatan aksi
mahasiswa. Gerakan mahasiswa selalu muncul sebagai pelopor dari sebuah aksi
perlawanan yang memicu dukungan serta aksi-aksi sejenis dari unsur-unsur sosial
politik lain. Dalam eskalasi gerakan, kekuatan mahasiswa akhirnya harus
beraliansi dengan unsur-unsur kekuatan lain hingga tujuan perjuangannya
tercapai. Model gerakan mahasiswa - khususnya yang terorganisir dan radikal -
umumnya diilhami atau dilandasi oleh suatu ideologi tertentu. Biasanya ideologi
yang dianut adalah antitesa dari ideologi kemapanan yang dianut negara.
Terjadinya
eskalasi gerakan mahasiswa pada umumnya dimulai dari, tuntutan otonomi dan
kebebasan mimbar kampus, sikap kritis terhadap kebijakan pembangunan, tuntutan
dan tekanan terhadap pemerintahan yang korup dan otoriter, penggulingan rezim
berkuasa, dan mendorong demokratisasi pada masa pemerintahan baru.
Gerakan
mahasiswa dalam arus perubahan sosial politik juga sering dilakukan, di mana peran
elit (the rulling class) dan kelas menengah (middle class) amat signifikan
dalam menggerakkan dan mengarahkan perubahan sosial. Kelompok-kelompok
strategis dari kalangan birokrat, militer dan pedagang terbentuk dari kelas
menengah, yang pada akhirnya menjadi cikal bakal terbentuknya elit (the rulling
class) di sebuah negara bangsa. Sekilas mahasiswa sering terjebak pada kasus
ini, di mana siklus yang terjadi berorientasi yang pada akhirnya berujung pada
elit politik.
Pemuda
adalah kelompok usia produktif dalam tentang usia 18 – 35 tahun, yang memiliki
potensi yang sama untuk mendapatkan SSE (Status Sosial Ekonomi) yang baik dan
masuk kedalam kelas menengah, untuk melakukan Mobilitas Vertikal ke kelas
menengah berbasis kompetensi, bukan patronase politik. Seharusnya gerakan mahasiswa
adalah pressure Group bukan the rulling class. Positioning gerakan mahasiswa gerakan
di negara sedang berkembang selalu mendapat tempat dan selalu ditunggu perannya
karena:
Peran
Sejarah dalam pembebasan dari penjajah, istem Politik yang belum mapan dalam
mengakomodasi aspirasi publik, dan tingkat pendidikan masyarakat yang masih
rendah, sehingga peran dan kontribusi gerakan mahasiswa sebagai Pressure Group
adalah:
Menjaga
vitalitas gerakan reformasi dengan selalu memantau dan mengkritisi setiap
kebijakan publik yang diambil elit pemerintah, agar senantiasa berpihak pada
kepentingan ummat, membangun iklim pendidikan politik yang kondusif di
kampusnya, bagi regenerasi kepemimpinan sipil.
Realitanya,
masing-masing masa memiliki sejarah perjuangannya sendiri-sendiri. Pemuda, dan
mahasiswa yang menjadi tonggak bangsa memiliki cara yang berbeda dalam
perjuangannya. Jika perjuangan heroik menjadi pilihan pemuda membawa perubahan
bangsa pada zaman dahulu, saat ini cara yang berbeda harus diterapkan. Walaupun
pada kenyataannya, pada jaman sekarang, mahasiswa dapat dibedakan menjadi dua.
Mahasiswa yang hanya mengejar keberhasilan di dunia kerja dan mahasiswa yang
tidak hanya mengejar keberhasilan tetapi juga sebagai penyalur aspirasi. Segala
keluhan masyarakat terhadap pemerintah dapat disalurkan melalui mahasiswa. Hanya
segelintir mahasiswa yang mau menunaikan kewajiban ini.
Dalam
kondisi bangsa yang sudah menjadikan demokrasi sebagai asasnya, perjuangan
dengan mengangkat senjata atau secara militan melawan pemerintah sudah tidak
relevan. Tantangan tersebutlah yang harus dihadapi pemuda saat ini. Perjuangan
pemuda harus lebih menekankan pada sisi intelektualitas.
Luasnya
ruang penyampaian pendapat, bisa dimanfaatkan pemuda untuk terus mengawal
bangsanya agar tetap berjalan baik dan bersih. Pemuda sebagai agen perubahan
merupakan pengontrol utama sekaligus kritikus bagi berjalannya pemerintahan.
Sebagai corong perubahan, suara lantang menyuarakan keadilan dan kebenaran bisa
dilakukan pemuda melalui tulisan atau seruan langsung kepada pemerintah melaui
media yang ada seperti televisi, radio, ataupun media cetak. Walaupun suara dan
tulisan masih belum menjadi hal yang diperhatikan untuk menjadi tuntutan yang
harus dijadikan bahan pertimbangan dalam memperbaiki di tataran pemerintahan
dan sosial negara ini, tetaplah aksi demonstrasi menjadi pilihan terakhir,
eperti Aksi mahasiswa dibeberapa daerah
yang menolak yang menolak rencana kenaikan bahan bakar minyak pada akhir maret
lalu Yang berhasil menggagalkan rencana
pemerintah kenaikan harga BBM. Keberhasilan
ini menunjukan bahwa mahasiswa masih tetap memiliki kekuatan utuk melawan
praktik-praktik kekuasaan yang merugikan
kepentingan rakyat. Gerakan mahasiswa dalam melakukan perubahan efektif
karena gerakan ini relatif murni dari gerakan politik. Dan tuntutan mahasiswa
identik dengan perbaikan pada kebijakan pemerintah yang mengakibatkan
penderitaan dan penelantaran kepentingan rakyat. Meskipun sikap mahasiswa
diidentikkan juga dengan sikap apatis, individualistis, pragmatis dan
ofortunis, publik masih yakin mahasiswa masih peduli dengan kondisi NTB dan
bangsa ini. Karena itu public masih menaruh harapan kepada gerakan mahasiswa
dan kendati gerakan ini cenderung mengendepankan sikap reaksioner ketimbang
kemampuan intelektual dalam membaca kondisi yang objektif masyakat kita secara
ilmiah.
Menjawab
tantangan globalisasi pun pemuda dan mahasiswa harus mampu menjawabnya.
Kekritisan pemuda sangat dibutuhkan
untuk mendorong sebuah bangsa berintegrasi dalam kiprah internasional.
Seperti yang di samapaikan Wakil Ketua MPR RI.H Lukman Hakim Saifudin, di
gedung Pusat Bahasa dan Budaya Fakultas Dakwah IAIN Sumatera Utara, penyaringan
dampak globalisasi hanya dapat di saring jika bangsa ini memelihara dan
menumbuhkan empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Keempat pilar itu
terdiri dari Pancasila, Undang-undang dasar 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), dan Bineka Tunggal Ika yang di genggam erat oleh Garuda
Indonesia. Misalnya dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Padasaat ini semua nya dapat di genggam dengan mudah melalui hp yang kita
pegang di tangan masing-masing, yang tidak memiliki batas sama sekali.
Kemudian,
pemuda dan mahasiswa pun memiliki tanggung jawab besar dalam regenerasi bangsa.
Keberlanjutan sebuah bangsa menjadi amanah besar yang harus dipersiapkan para
pemudanya dengan matang. Baik secara fisik, mental, intelektualitas, maupun
kepemimpinan menjadi syarat penting yang harus dipenuhi. Sebab sebuah perubahan
sosial yang ideal dapat di mulai dari hal yang kecil, di mulai dari perbaikan
diri individu yang berani, meliahat keintelektualan seorang mahasiswa dapat
menentukan pola tindak nantinya, seperti sebuah kepercayaan yang kita pegang
teguh saat ini, yang membuat kita masih patuh untuk melakukannya dalam
keseharian kita, bayangkan saja jika wawasan pengetahuan kita yang sangat minim
dari sejarah dan ilmu pengetahuan, pasti membuat kita sebagai orang yang sangat
jarang mengambil pembelajaran sehingga dapat terjatuh pada lubang yang sama,
seperti halnya seekor keledai.
Degaradasi
budaya dalam memperluas pengetahuan pada masiswa sudah sangat jelas, kita bisa
lihat dari rutinitas mahasiswa yang lebih sering nongkrong di sebuah cafe
menghabiskan waktu, hanya untuk bercerita dan menggosip, Harus diakui, arus
modernisasi yang berjalan kuat dan pesat, membuat dinamika kemahasiswaan
berjalan sangat dinamis dengan tingkat kebebasan berpikir yang sangat tinggi.
Melalui disiplin keilmuan yang diterimanya serta jaringan pergaulan dan
informasi yang mampu diaksesnya, menjadikan mahasiswa hidup dalam dunia kebebasan
yang sangat lebar. Modernisasi telah benar-benar menggeser dan meruntuhkan
segala pranata yang sudah mapan, termasuk pranata moral keagamaan dan sosial.
Sudah
sangat jarang kita melihat mahasiswa yang membaca buku, kalau ada pun itu hanya
buku perkuliahan, kita juga jarang melihat sekelompok mahasiswa yang duduk di
bawah pohon membentuk sebuah lingkaran untuk mendiskusikan sesuatu yang mereka
lihat mereka dengar, baik dari sebuah berita, beristiwa maupun buku yang mereka
baca. Hal ini sangat dekat hubungannya dalam menentukan mental dan
intelektualitas, banyak mahasiswa kini yang tidak selesai dari kesiswaannya,
saakan tidak siap dengan, peran dan aktivitas sebagai mahasiswa.
Mental
yang berani berbicara, dalam menghadapi oranga banyak, mengahadapi masalah,
sebenarnya di tentukan dari intelektualitas, sebab seseoarang yang memiliki
pengetahuan dan wawasan luas sangat tidak mungkin lagi bingung dalam menghadapi
masalah, akan banyak solusi-solusi yang akan muncul untuk menghadapi suatu
kondsi dan masalah yang dihadapi, apa lagi bisa kehabisan kata ketika
menghadapi orang banyak.
Sebenarnya
tuntutan untuk memperluas ilmu pengetahuan sudah menjadi budaya Negara
Indonesia dimana dalam sila ke empat yang berbunyi kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan permusyawaratan dan keadilan, negara ini memiliki
dasar yang menjunjungtinggi budayah bermusyawarah, hal ini saat identik dengan
berdiplomasi, kita bisa melihat Bung Hatta yang berusaha membuktikan
kemerdekaan secara dejure kemerdekaan Negara Indonesia, dan Bung Hatta juga
merumuskan Demokrasi Kita dalam bernegara, di mana dalam pemilihan seorang
pemimpin negara ini bukan dengan sistem One
Man One Vote, namun beliau menggagas sebuah konsep demokrasi versi
Indonesia, dengan bermusyawarah memilih sosok pemimpin yang ideal, walaupun
masih banyak pembenahan dalam konsepnya. Sangat disayangkan ide ini
didiskusikan kembali oleh beberapa dosen Universitas Sumatera Utara, seperti
bapak zaid Perdana dan Syafrizal Helmi, bukan kita yang dari kalangan
mahasiswa, haruskah degradasi ini di pertahankan terus menerus?
Degradasi
yang terjadi hingga titik nadir saat ini, harus segera dibenahai, rekonstruksi
kembali pondasi-pondasi keaktifan mahasiswa, menjadi penentu masa depan
mahasiswa, agar sesuai dengan harapan bangsa. Membenahi degradasi saat ini
belum bisa diatasi tanpa wadah atau instrumen untuk menempah mahasiswa-mahasiwa
yang ideal sesuai harapan masyarakat, Mahasiswa yang diharapkan dapat
memberikan kontribusi besar bagi penyelesaian permasalahan kompleks yang
dialami oleh masyarakat umum. Mahasiswa yang merupakan agen perubahan adalah
agen pemberi solusi.
Tantangannya
terletak pada sistem kampus itu sendiri walaupun tidak di seluruh Fakultas di
USU, dimana tantangan yang sangat nyata itu dapat kita ketahui bersama,
kurangnya dukungan dari fakultas dalam kegiatan-kegiatan mahasiswa, sulitnya
birokrasi dalam yang harus dihadapi, saya juga kurang tahu pasti apakah itu
bagian dari dinamika yang dibuat untuk membangun karakter dan mental yang baik,
atau memang dengan sengaja di persulit, saya sendiri menyadari akan sulitnya
untuk mendapat izin dari Fakultas. Seharusnya ada pemahaman yang sama dalam hal
pencapaian cita-cita bersama antara Fakultas dengan organisasi mahasiswa dan
UKM, agar pencapaian tridarma perguruan tinggi dapat diamalkan secara
keseluruhan.
Pendidikan
adalah jembatan untuk menyalurkan kreatifitas, keilmuan, pengembangan
kemampuan, dan juga penanaman budi pekerti bagi generasi yang akan memegang
Negeri pada masa berikutnya. Lembaga pendidikan tentunya sudah mengupayakan hal
ini. Kemudian mahasiswa memang harus benar benar memahami tujuannya sebagai
mahasiswa, oleh karna itu untuk benar-benar ingin mencapai tujuan dan membentuk
karakter dan kepribadian yang ideal, organisasi-organisasi pemuda seperti HMI,
GMKI, GMNI, PMII, IRM, KAMMI, maupun berbagai unit kegiatan mahasiswa (UKM), dapat
menjembataninya. Organisasi kampus maupun organisasi pemuda tersebut dapat
menjadi wadah pembentukan karakteristik kepemimpinan dan mengasah kekritisan
para pemuda. Dimana organisasi-organisasi tersebut mampu menciptakan mahasiswa yang dapat meneruskan estafet kepemimpinan
bangsa. Karna adanya wadah untuk melakukan penelitian dan pengembangan yang
akan mencetak insan yang kreatif, inovatif, dan cemerlang. Sampai pada
pengabdian masyarakat, itu akan menjadi tugas mulia untuk memberikan hal hal
yang akan memberikan manfaat besar bagi khalayak. Kalau Tri Darma Perguruan
Tinggi itu ditelaah, dipahami, dan dilaksanakan, jadilah mahasiswa yang benar-
benar agen pemberi harapan. Harus kita sadarai pastilah 10 hingga 30 tahun
kedepan yang akan memimpin negara ini adalah kita mahasiswa saat ini.
Semua
dapat dimulai dari hal-hal terkecil, dimulai dari gerakan-gerakan sosial yang
membawa pesan-pesan moral dan kepedulian terhadap bumi, negara, budaya, yang
nantinya mampu menjadi aktivitas sehari-hari, memberikan stimulus dalam
merangsang keinginan memperluas pengetahuan, yang nantinya dapat menjadi bekal
dalam menentukan sikap dan tindakan yang positif, pastinya didasari dari
ideologi yang di bangun, sehingga menjadi landasan berfikir mencari
solusi-solusi terbaik. Disini pula besar harapan akan diselenggarakannya
Konggres Mahasiswa Sumatera Utara, dengan Ketua
Panitia Oki Ferianda, mahasiswa Fakultas Ekonomi Departemen Akuntansi 2008
Universitas Sumatera Utara, dari konggres tersebut diharapkan dapat menjadi
momentum pergerakan yang dapat mengembalikan khittah mahasiswa.
Besarnya
peranan pemuda dan mahasiswa dalam berbagai bidang, menjadikan kita sebagi
pemuda dan mahasiswa harus siap dalam menghadapi tantangan tersebut. Untuk itu
niat tulus membawa perubahan harus segera kita wujudkan dalam tindakan besar
untuk membawa perubahan bangsa. Karna pemuda dan mahasiswa bukan korban dari
perubahan zaman, namun kita pemuda dan mahasiswa adalah bagian dari penentu
arah zaman dan peradaban. Bangkitlah pemuda dan mahasiswa Indonesia!