Islam and Intellectual

06.16 Krisna Savindo 0 Comments

     Islam sepanjang sejarah peradabannya telah memberi kontribusi  positif dalam perjalanan ilmu itu sendiri, ada yang patut dicontoh untuk membangkitkan intelektual muslim pada saat ini,  pada saat abad pertengahan sains Islam sangat maju.



     Ada delapan faktor yang membuatnya sangat maju, Yaitu :
•    Pertama, peran kesadaran religius sebagai daya dorong untuk menuntut sains dan teknogi.
•    Kedua, ketaatan pada syari’ah mengilhami studi atas berbagai ilmu.
•    Ketiga, kelahiran dan kebangkitan gerakan penerjemahan besar-besaran yang bertahan selama beberapa abad.
•    Keempat, suburnya filsafat yang ditunjukkan pada pengajaran, kemajuan dan pengembangan ilmu.
•    Kelima, luasnya santunan bagi aktivitas sains dan teknologi oleh para penguasa dan wazir.
•    Keenam, adanya iklim intelektual yang sehat sebagai mana yang diilustrasikan fakta sejarah.
•    Ketujuh, peran penting yang dimainkan oleh lembaga-lembaga pendidikan dan ilmiah, terutama dengan adanya universitas-universitas.
•    Kedelapan, keseimbangan yang dicapai oleh perspektif-perspektif intelektual islam yang utama.

     Tibalah saatnya untuk mendiskusikan umat islam terhadap ilmu pada masa sekarang ini. Sains menempati posisi paling lemah di dunia islam, dominasi ortodoksi agama dan semangat intoleransi yang menguat di dalam masyarakat islam merupakan faktor utama yang bertanggung jawab atas musnahnya lembaga ilmu pengetahuan yang pernah jaya dalam islam.

     Umat Islam saat ini harus menghidupkan etos intelektual untuk menguasai ilmu pengetahuan dan memperjuangkannya. Ada tiga faktor perlunya ilmu pengetahuan bagi umat islam. Pertama, pengetahuan dari suatu ilmu merupakan persyaratan pencapaian tujuan-tujuan islam sebagai mana dipandang oleh syari’ah, maka mencarinya menjadi sebuah kewajiban. Kedua, masyarakat yang dikehendaki oleh Al-Qur’an adalah masyarakat yang agung dan mulia, bukan masyarakat yang takluk dan bergantung pada orang-orang kafir. Ketiga, Al-Qur’an Menyuruh umat islam untuk mempelajari ilmu pengetahuan, penciptaan alam, keajaiban-keajaiban alam, agar umat islam mampu merekayasa dunia ini sesuai dengan kehendak Allah.

     Dari fakta faktor-faktor di atas HmI seharusnya sudah bisa meberikan stimulus atau rangsangan pada kader-kader HmI, agar mampu dan berani berdiri di garda terdepan dalam mengusung ilmu dan menjadi seorang intelektual muslim.

0 komentar:

Thinking Demands in Islam

05.37 Krisna Savindo 0 Comments

      Kemampuan tafakkur  menjadi salah satu ciri paling penting, bukan hanya membedakan manusia dengan makhluk lain, tetapi juga  memenuhi syarat untuk melaksanakan peran penting sebagai pembangun peradaban dan pembawa misi. Tafakkur adalah istilah arab untuk berfikir, tafakkur menjembatani persepsi dan konsepsi dari kehidupan dunia ini ke akhirat dari makhluk ke penciptanya, Allah SWT. Tafakkur dapat memotivasi aktivitas eksternal dan internal.(Jamal Badi & Mustapha Tajdin : 2007)

    Berfikir menjadi landasan dan modal utama untuk membangkitkan bibit-bibit intelektual, serta memacu semangat untuk terus mau berlomba menyerap ilmu pengetahuan yang dapat memberikan penyelesaian masalah.


    Berfikir dalam islam adalah salah satu aktivitas yang selalu di tekankan dalam kehidupan, agar mampu menemukan suatu kebenaran. Dalam sebuah pilihan jalan kehidupan untuk setiap umat dan hambanya, ada beberapa bahasa dari Al-Quran yang sering mengacu pada pemahan atas berfikir seperti:
1.    Nazhar (Memperhitungkan, Memikirkan, Memerhatikan)
2.    Tabashshur (Memahami)
3.    Tadabbur (Merenungkan)
4.  Tafaqquh (Memahami sepenuhnya, Sungguh-sungguh mengerti)
5.    Tadzakkur (Mencamkan dalam Fikiran atau Hati)
6.    I’tibar (Belajar memahami atau memetik pelajaran)
7.    Ta’aqqul (Menggunakan pikiran dengan benar)

      Dari kata-kata yang ada di atas, tertuliskan dalam (Q.S.Yunus [10]:101) “Perhatikanlah  yang ada di langit dan di bumi.” (Q.S.Al-Baqarah [2]: 221) “Dan Dia menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mencamkan dalam pikiran.” Ada juga penegasan bahwa di saat berfikirpun harus dengan benar. “lalu apakah mereka tidak pernah melakukan perjalanan di muka bumi agar mereka menemukan kebijaksanaan dan menyebabkan telinga mereka mendengar.” (Q.S.Al-hajj [22]: 46)

     Meredupnya intelektual dari HmI di sadari sejak 50 tahun umur HmI, punahnya tuntutan berfikir dari diri kader HmI berdampak pada hilangnya ketertarikan dengan suasana intelectual exercises dalam forum diskusi.(Drs.H. Agussalim Sitompul : 1997)

      Mengembalikan tuntutan berfikir dalam setiap diri kader akan memberikan stimulus dalam pengaktifkan saraf-saraf yang mampu memulihkan semangat untuk menanggapi problematika dan dinamika yang berlangsung, sehingga dalam menanggapi dan menyikapinya akan menimbulkan sebuah forum diskusi yang menampung berbagai macam pemikiran-pemikiran yang dapat di kristalisasi bersama.

0 komentar: