Jannah is The Human Village

03.17 Krisna Savindo 1 Comments

     Kampung Halaman Manusia...
     Ada yang tau di mana...?

     Kampung Halaman sering diposisikan sebagai tempat kelahiran, ataupun kampung halaman juga dikondisikan dimana asal usul leluhurnya lahir, walaupun seseorang tersebut tidak dilahirkan di daerah yang sama dengan leluhurnya, banyak sebab muasabab alasan seseorang tersebut menyatakan bahwa asal muasalnya sebagai kampung halaman. Siapapun orangnya pasti memiliki kampung halaman. Sejatinya walau tidak seluruhnya kampung halaman selalu dianggap sebagai suatu tempat yang dirindukan, suatu tempat yang penuh dengan keterbatasan, tempat yang tidak banyak memenuhi hasrat seseorang, namun tetap mendatangkan hasrat untuk tetap dapat kembali suatu saat nanti.

     Ada budaya yang unik di Negeri ini, Negeri Indonesia, budaya yang unik, yang menarik, budaya yang cukup membuat kita terheran jika menyimaknya yaitu budaya Mudik. Kata mudik cukup umum sebab banyak asal usul secara tata bahasa yang menjelaskan maknanya dikutip dari kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) online Definisi mudik adalah: (berlayar, pergi) ke udik (hulu sungai, pedalaman): dr Palembang (mudik) sampai ke Sakayu; 2 cak pulang ke kampung halaman: seminggu menjelang Lebaran sudah banyak orang yg (mudik); (mudik) menyongsong arus, hilir menyongsong pasang, pb tt usaha yg mendapat rintangan dr kiri dan kanan namun diteruskan juga; belum tentu hilir (mudik) nya, pb belum tentu keputusan atau kesudahan suatu hal atau perkara; kokoh, baik dl soal yg kecil-kecil maupun dl soal yg besar-besar; ke (mudik) tentu hulunya, ke hilir tentu muaranya, pb suatu maksud atau niat hendaklah tentu wujud atau tujuannya.

     Selai dari KBBI ada juga dalam sosial masyarakat Betawi kata "mudik" yang berlawanan dengan kata "milir". Bila mudik berarti pulang, maka milir berarti pergi, pendapat lain mengungkapkan bahwa kaum urban di Sunda Kelapa ada sejak abad pertengahan. Orang-orang dari luar Jawa mencari nafkah ke tempat ini, menetap dan pulang kembali ke kampungnya saat hari raya Idul Fitri tiba. Karena hal tersebut, kata "mudik" dalam istilah Betawi juga mengartikan "menuju udik" (pulang kampung).

     Kata mudik di daerah sumatera juga cukup sering digunakan dalam bahasa sehari, hari umumnya bagi orang Melayu, Minang, dan daerah-daerah serumpun sampai ke palembang, dalam sosial masyarakatnya seperti di Minang kerap terdengar ketika diucapkan Mudiak dan Ilia (Mudik dan Hilir) umumnya digunakan jika menyatakan akan pergi keluar dan kembali kedalam yang menyatakan untuk suatu daerah.


     Ada pula pernyataan bahwa mudik sudah ada sejak zaman nenek moyang, beberapa ahli menghubungkan tradisi mudik ada, karena masyarakat Indonesia merupakan keturunan Melanesia yang berasal dari Yunan, Cina. Sebuah kaum yang dikenal sebagai pengembara. Mereka menyebar ke berbagai tempat untuk mencari sumber penghidupan. Pada bulan-bulan yang dianggap baik, mereka akan mengunjungi keluarga ke daerah asal. Biasanya mereka pulang untuk melakukan ritual kepercayaan atau keagamaan. Pada masa kerajaan Majapahit, kegiatan mudik menjadi tradisi yang dilakukan oleh keluarga kerajaan. Sejak masuknya Islam di Indonesia dan banyaknya penganut agama Islam di Negeri ini maka menjadi sebuah kepercayaan bahwa Bulan yang dianggap baik adalah bulan Ramadhan dan bulan Idhul Fitri sebagai hari besar bagi umat Islam.

    Mudik juga dianggap memiliki asal kata dari istilah arab untuk "badui" sebagai lawan kata "hadhory". Sehingga dengan sederhana bisa diambil kesimpulan bahwa mudik, adalah kembali ke kampung halaman. Mudik dari akar kata “ adhoo-a” yang berarti “ yang memberikan cahaya atau menerangi”, hal ni bisa dipahami dengan mudah, bahwa mereka para pemudik itu secara khusus memberikan ‘cahaya’ atau menerangi kampung-kampung halaman mereka. Beberapa hal yang tersampaikan tadi memposisikan pulang kekampung halaman dimana manusia sebagai makhluk sosial.

     Kita sebagai makhluk sosial khususnya orang Indonesia juga punya kebiasaan Merantau, biasanya merantau diperuntukkan untuk mencari kehidupan yang lebih baik, jika diperantauan telah didapat kehidupan lebih baik, akan tiba kerinduan untuk pulang kekampung halaman. namun bukan bagi mereka yang menemukan kehidupan yang lebih baik saja yang akan didatangi rindu, mereka yang juga masih berjuang ditengah perjalanan juga akan merasakan. namun apa daya, bagi mereka yang belum mendapati kehidupan tersebut, akan segan untuk pulang, sebab malu untuk kembali tanpa ada yang akan dibawa ke kampung halaman.

     Namun bagaimana dengan kampung halaman manusia sebagai ciptaan, kampung halaman sebagai tempat manusia dilahirkan atau diciptakan? Manusia sebagai makhluk yang diciptakan oleh penciptanya, untuk beberapa kepercayaan meyakini bahwa manusia diciptakan di Jannah, tempat asal usul manusia diciptakan. 
     Begitu pula lah Manusia sebagai ciptaan sang khalik yang tertinggi, Grand produk utama dari penciptaan lainnya, yang diciptakan di Jannah, Adam sebagai manusia pertama asal usul manusia telah dilepas untuk merantau dan meninggalkan Jannah, kehidupan ini sebagai perantauan untuk menapaki jejak-jejak pencarian kehidupan yang baik agar dapat di pertanggung jawabkan kelak, sebagi modal kembali kekampung halaman yaitu Jannah.

     Namun dalam pencarian kehidupan yang baik tidak sedikit manusia yang tersesat dalam perjalanan, simpang siur usaha dan upaya yang dicoba, ada yang terus berputar dipermasalahan yang sama, sehingga jika tidak dapat kehidupan yang baik itu, barangkali malu untuk pulang. Padahal sesuatu yang baik itu telah sangat dekat dengan manusia untuk saat ini sesuatu yang dijamin baik oleh sang pencipta, dan dari sang pencipta, hal ini dijelaskan pada surat An-Nahl ayat : 30
16:30

Artinya : "Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab: "(Allah telah menurunkan) kebaikan". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa"

     Sadarkah kita yang mana yang baik yang diturunkan oleh allah, sesuatu yang memang benar benar dari Allah? Jika kita mencoba kembali memperhatikan, jelas lah bahwa sanya sesuatu yang diturunkan allah adalah Al-Quran. Al-Quran telah menjadi suatu yang nyata dari Allah, Sesuatu yang memang diperuntukan untuk ciptaan-Nya manusia, yang diturunkan untuk dapat dipergunakan manusia sebagai pedoman cara hidup dimuka bumi, cara hidup yang baik diperantauan, sebab didalamnya telah diserukan sesuatu yang baik untuk dikerjakan, serta sesuatu yang buruk untuk ditinggalkan. Tujuan Allah menyerukan itu juga dijelaskan pada surat Yunus ayat : 25
10:25 Artinya : "Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam)"

     Begitulah Allah menyayangi ciptaannya, Dia tidak melepaskan ciptaannya untuk hidup begitu saja tanpa memberikan petunjuk yang baik untuk hidup agar kelak dapat kembali ke Darus-Salam (Taman/Kampung-selamat/keselamatan) tempat bagi orang-orang yang baik hidupnya "patuh dengan apa yang diserukan Allah" sehingga kelak dapat kembali keasalnya yaitu Jannah sebaik-baik tempat menetap, seperti yang disampaikan pada surat Al-Furqan ayat : 76
25:76 Artinya : "Mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman".

     Disanalah kampung halaman para manusia, tempat iya kembali dari perantauan mencari kehidupan untuk kelayakan dapat kembali ketempat asal muasalnya.


     Ada sebuah kisah benar atau pun tidak, namun dapat kita ambil contoh dalam kisahnya, seorang yang sudah habis dirinya disiksa dineraka dipenuhinya azab atas kehidupannya, dan dapat iya untuk pulang dan hidup didalam Jannah, namun enggan iya masuk kedalam pintu Jannah tersebut, malu iya dengan dirinya dan kepada orang-orang didalamnya.

    Semoga kita menjadi orang-orang yang hidup dengan petujuk Allah, dan yang dalam proses mempelajari petunjuk Allah. Semoga pula dipertemukan kelak di kampung halaman manusia, kampung halaman kita. Amin

     Semoga momentum Lebaran ini dapat kita jadikan waktu untuk bersilaturahmi dengan keluarga, saudara, sahabat, handaitolan.

1 komentar:

Behind The First Envelope

22.49 Krisna Savindo 0 Comments

    Seseorang yang sudah jarang tidak saya lihat untuk enam tahun lamanya, tiba-tiba datang kerumah yang hangat itu, pada saat itu rasa penasaranpun sejurus muncul untuk bertanya-tanya didalam hati, apakah gerangan?
    Gerangan apa abangda sepupu saya datang kerumah sore-sore itu?
    Karena bukan orang lain sambil masuk kerumah iya bertanya mana Ayah kepada saya...
    Tidak beberapa saat, ayahanda muncul dan langsung bertanya tentang sesuatu yang sudah mereka janjikan. Penasaran tadi terus mengalir sambil memanjangkan leher berupaya mendengar agar tahu apa yang sedang dibicarakan. Melihat sepupu saya mengeluarkan sebuah brosur Pondok Pesantren tak dapat tertahan senyum di hati, senang rasanya bahwa jelas kelak harus melanjutkan sekolah dimana, karena hasrat ingin hati dapat terpenuhi dan janji pun dapat ditepati.



    Sebab telah jelas tentu jadi melanjutkan sekolah ke Sumtera Barat Bumi Mianangkabau, ayahanda memikirkan bagai mana caranya agar surat-surat yang dibutuhkan untuk mendaftar nanti dapat dilengkapi sesegera mungkin. Pada saat itu Ijazah dan SKHU belum dapat di urus sama sekali, sebab kelulusan SD pun belum diumumkan, namun itulah hebatnya seorang ayah tak ada buntunya akal, iya mencoba mencoba berjumpa kepada kepala sekolah untuk menanyakan tentang kelulusan sekaligus meminta agar Ijazah dan SKHU dapat dikeluarkan segera karena perlu agarkiranya dibawa untuk mendaftar segera karena khawatir masa pendafataran nanti selesai jika menunggu proses dan jadwal kedua berkas itu dibagikan ke Alumni. Tujuan baik dari ayahanda disambut baik oleh kepala sekolah, tidak kelang seminggu sebelum pengumuman kelulusan Sekolah Dasar, pada saat itu pengumuman kelulusan itu tidak lagi begitu menegangkan karena saya sudah tau bahwa lulus Ujian Nasional, namun yang masih teringat sampai saat ini kami tidak diberi amplop untuk mengetahui kelulusan, kami hanya melihat nomor ujian yang dipampang di depan gedung sekolah untuk mengetahui lulus atau tidaknya, kelulusan itu juga diraih oleh seluruh siswa tamatan tahun 2003.

    Kali ini berbeda dengan waktu SD dulu, setelah mengitari Pondok Al-Ikhlas kami kembali menuju ke gedung yang bagonjong itu, sebab sebelumnya sudah dijanjikan bahwa hari itu juga dapat menerima hasil dari tes penerimaan murid baru. Tak selang beberapa waktu menunggu, seseorang yang sosoknya begitu tegas karena polesan photongan rambutnya yang tampak seperti seorang angkatan menghampiri ayahanda sampil membawa sepucuk amplop, dia mengajukan sebuah pertanyaan yang memastikan bahwa pemilik surat yang dibawanya adalah yang dia tuju, pada saat itu ayahanda membenarkan apa yang disampaikan laki-laki itu, dan meneruskan sebuah instruksi untuk memberikan amplop tersebut kepada saya yang tampak tidak tenang.

    Entah apa yang terfikir oleh ayahanda, sehingga dia menyerahkan sepucuk aplop tersebut, namun hal itu terjawab oleh ucapannya bahawa pemilik surat tersebut adalah saya, sebab sayalah yang sangat menantikannya. Dengan tampang berusaha percaya diri menerima untuk membuka amplop tersebut, karena ayahanda yang terus tersenyum memperhatikan gerak, detik demi detik saat mencoba dengan pelan untuk mebuka amplop yang harus dibuka perekatnya. Ragu-ragu amplop tersebut akhirnya dapat terbuka, dan sudah bisa untuk mengeluarkan isinya, tanpa membaca keseluruhan, mata ini langsung berkonsentrasi untuk mencari kata lulus atau selamat anda diterima.

    Tidak terlalu sulit untuk menemukannya, sebab tulisan lulus dituliskan dengan huruf kapital. Surat tersebut menjadi suatu kesempatan yang diberikan pesantren ini untuk saya memilih mendaftarkan diri lebih lanjut sebagai santri disini. Moment untuk menentukan pilihan tersebut berjalan begitu saja, meyakinkan untuk tidak mencoba di Pondok Pesantren lain hanya tinggal basabasi saja, sebab belum lagi diterima, hati sudah menjatuhkan pilihan terlebih dahulu.

Previous : Hearts Choice - Choosing Hearts

Next : Removing the Heart - Split not Mean Divorced

0 komentar: