Initial Plans Go Far

16.32 Krisna Savindo 0 Comments

      Halaman dan lapangan tempat bermain, tidak begitu jelas sketsa sebab dan penyebab beberapa sahabat berkumpul jongkok di halaman dekat gerbang sekolah di bawah pohon, yang pasti mendengar nafas yang sedikit sesak mengindikasikan bahwa kami usai bermain.

      Tidak juga begitu jelas arah pembicaraan membawa kami membahas arah langkah setelah usai menjalani study formal yang di atur negara ini. dahulu rayon sekolah telah di tentukan dalam lanjutan study formal yang kami juga tidak begitu paham dan mengerti landasan penentuan sekolah kami memiliki rayon dengan Sekolah Menegah Pertama III. Diskusi yang mengalir yang pada umumnya banyak yang ingin meneruskan study nya di SMP I, sementara kami pun masih bingung, tanya jawab antara sahabat berubah setelah salah satu dari kami memilih untuk melanjutkan di tempat yang terkekang dan terkurung bagaikan penjara bila kita membayangkan nya, mendengar salah satu statement sahabat seperti itu muncul ungkapan dari sahabat lainnya juga memiliki opsi melanjutkan ke tempat yang terkekang tersebut, namun apa yang terbayangkan membuat sahabat tersebut ragu untuk melangkah dan masuk dalam penjara dengan segala aturannya, tidak dengan sahabat yang tanpa ragu tadi, iya menyatakan tekat nya tanpa pilihan untuk tidak memilih penjara, hanya saja penjara yang mana yang iya ingin masuki, sebab dua tahun yang lalu dia mengenal sebuah penjara yang jauh di sana, yang belum pernah iya jajaki sama sekali, namun tanpa keraguan dua tahun yang lalu iya jatuh hati pada penjara tersebut, melalui sebuah visual, yang menarik hati dengan bentuk-bentuk aktivitas yang di lihat nya. Lonceng Sekolah untuk kembali ke kelas, mengakhiri diskusi kecil itu, dan semua aktivitas berjalan hingga pada Ujian Akhir Sekolah.

     UAS pun berakhir kami merasa lega telah menjalani study ini selama enam tahun, sedikit nakal tiga orang sahabat berlari ke arah gerbang menuju bukit di belakang sekolah, duduk bersama di pendakian mengarah kebawah, salah satu dari kami mengeluarkan dua batang rokok, kemudian disulut sambil membakarnya, dengan sedikit terbatuk-batuk kemudian menawarkan ke sahabat di sampingnya, sedikit ragu menerima pelan-pelan rokok pun disulut, terlalu kencang sahabat tersebut terlalu kencang menghisapnya seperti menghisap minuman melalui sedotan membuat iya terbatuk-batuk tak henti sambil ketiganya tertawa keras, tidak lama kemudian terlihat di ujunng turunan beberapa perempuan yang berseragam seperti kami, mengfokuskan pandangan untuk memastikan siapa yang datang, kemudian rokok tersebut kami buang ketepi, agar tidak terlihat oleh siswi yang mereka adalah teman yang baru selesai UAS juga, bangkai pun pasti tercium juga, asap rokok terlihat oleh siswi tersebut, asap yang keluar dari mulut yang tersisa dari hisapan terakhir tadi, dengan tampang tak bersalah kami bertiga tersenyum seperti tidak terjadi apa-apa, setelah tak terlihat lagi siswi-siswi tadi kami kembali memunguti rokok tadi dan kembali menghisapnya hingga, rokok tersebut habis dan menutup dengan mengunyah permen karet untuk menghilangkan bau rokok agar tak tercium oleh orang tua.

     Waktu Kosong menunggu hasil pengumuman kelulusan berjalan dengan membantu kedua orangtua bekerja walau sering mencuri-curi waktu untuk pergi bermain, tapi tetap tema utama membantu orang tua, sampai pada suatu waktu yang senggang, sebuah pertanyaan menyerang pikiranku untuk memaksa mengucapkannya untuk di tanyakan kepada ayah yang duduk di samping ku saaat itu, desakan oleh hati yang di proses di otak sehingga terluap oleh lidah yang di bantu mulut untuk memperjelas kata-katanya "Ayah kemana saya melanjutkan sekolah?, apakah jadi sekolah di jawa sana?, yang waktu kita lihat di kalender dulu, yang anaknya teman ayah sekolah?" ayah pun terdiam beberapa detik dan malah kembali bertanya, seriua kamu mau sekolah di sana? dengan bahasa minang nya, aku mau... langsung menjawab tanpa berfikir. Kemudian ayah bertanya lagi "di situ kan asrama? gak boleh keluar kalo sudah masuk di sana?" kemudian ku jawab setelah berfikir cepat, "iya saya tau.... Seketika wajah sang ayah berubah menunjukan bahwa beliau berfikir lagi, entah heran karna jarang melihat anak yang mau di masukkan ke penjara ditinggal oleh orang tuanya, apa ada hal lain yang membuat iya berfikir panjang......


     Pembicaraan nya berhenti ketika datang seorang raja yang ingin membeli salah satu barang yang di jual di tempat itu yang tidak mungkin tidak di layani. Aku sedikit termenung masih menunggu jawaban dari pertanyaan yang belum aku dapat. sang raja pun pergi dan ayah kembali menghampiri ku yang masih menunggu, dan beliau kembali bertanya mengenai keinginan ku sambil memandangi tubuh ku dari ujung kaki hingga rambut, yang berpostur kecil, beliau berkata "terlalu jauh di sekolah di sana", sambil bertanya "siapa yang mau melihat kamu nanti, dan bagai mana kamu mau pulang ketika liburan bila tidak ada yang jemput", aku pun terdiam menunduk sambil berfikir, sebelum selesai berfikir, tiba-tiba sang ayah  bertanya sambil memberi sebuah pilihan, bukan memberi sebuah solusi, "kalau di kampung kamu mau?" di mana itu? tanya ku di di tempat bang Yudi sekolah! Pesantren Nurul Ikhlas di Padang Panjang, jawab beliau, tanpa menimabang aku pun sepakat untuk melanjutkan study di sana.

     Pecakapan pun berakhir dengan kesepakatan antara kedua belah pihak antara anak dan ayah. setelah itu setiap hari nya bermunculan pertanyaan-pertanyaan dari teman, paman, saudara, tetangga, mengenai kemana aku mau sekolah nantinya, bagi ku itu pertanyaan yang sangat gampang di jawab tanpa adanya keraguan sedikit pun dengan menjawab saya akan masuk Pesantren Nurul Ikhlas di Padang Panjang.

Previous : Blood does not Bind

Next : Demanding Science to Minangkabau