Our Rumah Gadang

00.13 Krisna Savindo 1 Comments

     Kampung adalah suatu kata dari penamaan daerah yang terdapat beberapa rumah atau keluarga yang bertempat tinggal di sana. Kampung juga sering dijadikan sebuah deskripsi dari sikap-sikap yang berprilaku tidak sesuai dengan orang yang dianggap maju bagi peradabannya, biasanya orang yang di pandang prilakunya tidak seperti orang yang maju, sering diserang dengan kata kampungan. hal ini terjadi dimana paradikma bahwa orang kampung adalah orang yang memiliki akses yang minim, pengetahuan yang rendah, juga cukup lambat dalam menerima kemajuan zaman.

     Kampung tentu akan memiliki makna yang berbeda bila yang menyebutkannya dari daerah suku yang berbeda, akan terjadi perubahan makna dan perubahan kata karena di pengaruhi oleh budaya, bahasa, contohnya saja di sumatera barat lebih indah jika saya sebut Minang. Di Minang Kampung disebut dengan Kampuang dimana bagi orang minang yang memiliki budaya yang khas, kampuang adalah suatu daerah dimana dahulu keluarga, orang tua, dan dia berasal. Namun bila dilihat dari sudut pandang yang Universal umumnya masyarakat menyebutnya kampung halaman, namun kampung halaman lebih kecil maknanya, kampung halaman dideskripsikan sebagai tempat kelahiran seseorang, bingungnya saya sebagai orang minang yang lahir dari keluarga perantauan saat berinteraksi dengan orang-orang yang berada dilingkungan tempat lahir, yang tau saya adalah orang minang akan menanyakan dimana kampung saya di Sumatera Barat. dan jawaban dari pertanyaan tersebut dipengaruhi oleh kedua orang tua, yang dalam bercerita terkait kampung selalu mengatakan kalau kampung saya itu di Nagari Malalo. perspektif yang berbeda jika saya berada di perantauan lain, orang-orang lebih menganggap kampung saya di Gunungsitoli, disebabkan saya telah lahir dan berdomisili di Gunungsitoli, tidak ada masalah dengan kedua hal tersebut hanya saja, jika dalam proses perkenalan, saya harus lebih panjang menjelaskan kepada orang-orang, agar orang-orang mengetahui bahwa saya adalah orang yang nomaden periodik.

     Sejatinya Indonesia ini adalah kumpulan dari berbagai macam bangsa-bangsa namun karena setalah menyatu menjadi Indonesia maka sering kita dengar terdiri dari suku-suku, saya berpendapat seperti itu karena suku-suku tersebut begitu besar dan berkarakter, knapa tidak masing-masing suku memiliki kecerdasan, dan cara bertahan hidup yang berbeda, budayanya juga lengkap, masing-masing memiliki karakter rumah yang berbeda, cara berpakaian, jenis pakaian, cara bersosial, jenis tarian, bahasa, prinsip, dan cara pandangan hidup. Terlalu besar suku-suku tersebut untuk disebut suku.

     Diantara suku-suku tersebut Indonesia punya kami, kami orang minang yang sudah banyak berkontribusi pada Negara Repoblik Indonesia, baik dalam usaha memerdekakan baikpun mengisi kemerdekaan. menulis ini bukan untuk menghitung jasa-jasa kami, hanya ingin memberi tahu apa penyebab banyak dari kami dapan menjadi orang-orang yang tampa pamrih untuk berkontribusi. semua berawal dari Rumah Gadang dan budaya yang digunakan dirumah tersebut serta alamnya. yang perlu diingat rumah gadang tidak bisa diartikan kebahasa manapun karna artinya luas, tidak bisa diartikan rumah besar, atau rumah gede.

     Rumah Gadang adalah rumah keluarga besar, didalamnya dapat terdiri dari beberapa keluarga, karena rumah gadang adalah milik anak perempuan yang prinsipnya berasal dari Matrilinear, Matriakat. Rumah gadang juga difungsikan sebagai tempat aktivitas acara adat dilangsungkan umumnya digunakan bagi mereka nan saparuik, maksudnya yang satu hubungan keluarga yang berhubungan keturunan ibu. Selain itu dari fungsi Rumah Gadang juga memiliki filosofi yang sangat dalam dan luas, baik dari disain arsitektur dan juga proses pembuatannya. 

     Para nenek moyang kami berpikiran futuristik atau jauh maju melampaui zamannya dalam membangun rumah. Konstruksi rumah gadang telah dirancang untuk menahan gempuran gempa bumi. Rumah gadang membuktikan ketangguhan rekayasa konstruksi yang memiliki daya lentur dan soliditas saat terjadi guncangan gempa hingga berkekuatan di atas 8 skala richter. Bentuk rumah gadang membuat Rumah Gadang tetap stabil menerima guncangan dari bumi. Getaran yang datang dari tanah terhadap bangunan terdistribusi ke semua bangunan. Rumah gadang yang tidak menggunakan paku sebagai pengikat, tetapi berupa pasak sebagai sambungan membuat bangunan memiliki sifat sangat lentur. Selain itu kaki atau tiang bangunan bagian bawah tidak pernah menyentuh bumi atau tanah. Tapak tiang dialas dengan batu sandi. Batu ini berfungsi sebagai peredam getaran gelombang dari tanah, sehingga tidak mempengaruhi bangunan di atasnya. Kalau ada getaran gempa bumi, Rumah Gadang hanya akan berayun atau bergoyang mengikuti gelombang yang ditimbulkan getaran tersebut. Dari sisi ilmu konstruksi bangunan rumah gadang jauh lebih maju setidaknya 300 tahun dibanding konstruksi yang ada di dunia pada zamannya.


     Banyak lagi rahasia filosofi yang terdapat di rumah gadang, baik dari setiap inci bangunannya maupun tatacara membangunnya. Rumah gadang telah menjadi harta yang berharga dimiliki orang minang, namun kini harta itu sudah tidak lagi terlalu bernilai yang disebabkan oleh tertinggalnya rumah gadang tampa berpenghuni.

    Sering saya memikirkan rumah gadang kami nan saparuik. Ada waktu saya menanyakan kepada nenek dimana rumah gadang kami yang cucu nenek ini...
    Nenek yang sangat mengerti dengan adat, sebagai orang yang tinggi derajatnya di mata adat sebagai Bundo Kanduang sangat senang mendengarkan ocehan pertanyaan cucunya, ada di Duo Koto  surau awak ado juo, tapi indak ado lai nan tingga jawab nenek...
     Jawaban itu mengandung tanda tanya... membuat saya langsung menegejar atas jawaban itu, kenapa gak ada lagi yang tinggal...?
    Indak ado lai nan di kampuang, nenek-nenek ang nan lain lah dirantau, nenek ang surang ko pai kasinan kamari tampek anaknyo, kalau nenek dikampuang indak lo takao tingga di rumah gadang lai do, jauah bana nio pai-pai beko.
berarti nek rumah gadang kita kosong aja sekarang ditinggal gtu aja ya... Tapi kenapa gak disuruh aja orang tinggal biar diurusin rumahnya...
    Dulu ado nan tingga di sinan sanak awak juo, kan ado tigo keluarga nan tingga di rumah gadang awak setelah dibongka rumah gadang sambilan ruang, dibagi jadi tigo rumah gadang amaknyo nenek jo tigo adiaknyo tingga sarumah gadang...
    Tapi kini masing-masing lah buek rumah lo surang surang, nenek lah ado lo rumah dibarua (tepi jalan) desa Malalo ko...
Jadi bagai mana rumah itu sekarang...?
     Nenek menjawab dengan wajah yang prihatin, tingga sajo lah lai lah banyak nan lapuak kini, lantainyo sajo lah banyak nan lapuak, indak bisa ditingga di rumah itu lai.
     Saya pun seketika terlempar kedalam imajinasi seakan berada di depan tangga rumah gadang mencoba hati-hati untuk naik dan masuk kerumah itu, baru melangkah dari bibir pintu dua langkah masuk dalam ruangan saya terperosok kebawah rumah gadang yang biasanya di jadikan kandang serba guna ataupun gudang, badan bertaburan debu, beberap bagian tangan tergores lecet, seketika saya berlari keluar lantaran sesak dan sedikit merinding dan mencoba memandangi dari jauh rumah yang ditinggalkan oleh para penghuninya, samar rupa dalam imajinasi karna yakin atas keahlian bentuknya yang belum pernah pandangi langsung asli bentuk rumah gadang kami.

Antaro Marapi jo Singgalang By Teddy Winanda
    Tidak banyak kesempatan untuk mengenal banyak tentang adat di ranah nagari nan elok ini wlaupun kedepan akan sekolah ditempat yang tidak jauh dari nagari nan elok ini. setidaknya kini akan semakin sering pulang ka kampuang dari sebelumnya. Berharap dapat berkunjung melihat Rumah Gadang Kami.

Previous : Come or Return, to where the hard left

Next : Our Surau

1 komentar:

  1. Hallo admin, foto rumah gadangnya bagus ya, dapat dari mana? Kasih tau lah sumber fotonya. Kalau pakai barang orang minta izin dulu lah. Nggak ada etikanya... (Teddy Winanda)

    BalasHapus