Hearts Choice - Choosing Hearts

17.23 Krisna Savindo 0 Comments

     Sudah sampai maksud dan tujuan, hati yang menangkap maksud tak ingin berlayar lagi, sebab telah ditemukan teluk tempat berlabuh, urung hati untuk mencari lagi tambatan hati yang lebih dalam dari hati yang kini telah menjatuhkan jangkarnya.

     Tidak selang beberapa lama setelah mendaftarkan diri, tibalah waktu dan sesi pengalaman baru yang pertama kali dialami seumur hidup pada saat itu, saya harus mengikuti tes untuk dapat diterima di temapat ini. Ada dua tahapan yang harus dijalani pertama tes kemampuan dasar seperti matematika, bahasa Indonesia, IPA dan IPS, yang kedua tes wawancara yang berisi tanya jawab serta Membaca Quran dan tulis Arab.

     Pada saat tes kemampuan dasar, tak sedikitpun diri ini gentar dan takut, dan merasa bahawa itu adalah sebuah tes penentuan lulus untuk diterima di pesantren itu. Waktu mengalir begitu saja, pilihan-pilihan jawaban berlalu dan diselesaikan seakan hati yang menjawab tidak sulit memikirkannya sama sekali, walaupun belum tentu kebenaran atas jawabannya. Pasca selesainya tes kemampuan dasar, disinilah diri ini mulai gugup, kekakuan menyerang bersemayam dibeberapa anggota tubuh. kaki yang biasanya sulit lelah tetiba merasakan dingin yang membekukan sampai tidak terasa lagi, tanga pun merasakan kebas, mulut kaku takberdaya, walau kepala ini terus beraktivitas seperti puzzle menyusun jawaban-jawaban untuk diutarakan dengan baik, tetap saja keluar berantakan dari mulut yang mulai kering ini.

     Ada pertanyaan yang masih teringat hingga saat ini, saya pun tidak mengerti apa penyebabnya, bisa saja hal tersebut terjadi karna canggung yang bukan main, atau karna belum terbiasa mendengar bahasa-bahasa yang diutarakan. Pada saat itu yang bertugas mewawancarai bertanya pada saya apakah bisa membaca koran, saya berbalik bertanya untuk pewawancara memperjelas pertanyaannya.
     Kamu bisa baca koran...?
     Bisa pak...
     Belajar dari mana...?
teringat dulu abang sepupu pernah mengajari dan melatih singkat untuk membaca koran yang kecil-kecil bacaannya, dan berkolom-kolom, yang pada sat itu juga membuat saya mahir membaca koran.
     Tak lama langsung saya sampaikan bahwa saya diajari abang sepupu pak...
     Pewawancara langsung memberi instruksi untuk membaca Al-Quran yang ada diatas meja.
     Saya seketika tercengang dengan instruksi tersebut, tentu saja bapak yang mewawancarai melihat reaksi wajah ini.
     Kenapa...?
     Katanya bisa baca Quran...
     Iya bisa... langsung menjawabnya.

     Dalam bayang jauh dalam pikiran ini menggelang-geleng dengan hal tersebut, rasanya bodohnya diri ini yang tidak menangkap pertanyaan pewawancara dengan baik atau kenapa tidak berfikir apa hubungannya tes wawancara ini dengan pandai membaca koran, disisilain diri membela diri sendiri, dengan menyudutkan pewawancaralah yang salah dan tidak tepat menyampaikan pertanyaannya. Pertanyaan selanjutnya yang masih saya ingat perihal tentang kemaun bersekolah di pesantren, pertanyaan ini salah satu pertanyaan yang sangat mudah untuk dijawab sebab menjawabnya cukup dengan senyuman.


     Tes-tesan telah berlalu selesai dihari itu juga, setelah keluar dari ruangan langsung memberi laporan pada ayahanda bahwa semua sudah beres dan selesai, tiba-tiba seorang dari tempat pendaftran santri baru mendatangi sang ayah dan menyarankan agar kiranya berkenan menunggu hasil dari tes yang telah dilalui tadi. Sebab menerima informasi tadi ayahanda mengajak saya untuk berkeliling-keling pesantren tersebut untuk melihat-lihat lingkungannya. Tampak terlihat banyak gedung-gedung bertingkat dua yang saat itu dijelaskan ayahanda bahwa disanalah kelas-kelas tempat sekolah nantinya. tidak jauh dari gedung sekloah tampak lah asram yang dua lantai berdampingan dan satu asrama lagi saling membelakangi, tampak pula lapangan yang tidak begitu luas namun cukup besar untuk anak-anak bermain sepak bola disana. Saat asik melihat-lihat ayah mengajak untuk pergi ke bagian paling belakang pesantren ini, katanya ingin buang air kecil. Beriringan melangkah mengikuti arah tujuannya sambil memperkenalkan apa yang kami lalui, ayah sudah seperti pemandu, cukup banyak tau untuk orang sebagai tamu dipesantren ini. Tiba dibagian belakang cukup mengejutkan dengan apa yang dilihat oleh mata ini. Kamar mandinya terbuka namun tetap beratap, ada tampak banyak pipa yang menjulur disetiap sekat-sekat pembatasnya, itu sama seperti shower untuk mandi, ada sekitar empat puluhan berjejer di kamarmandi masal tersebut, namun ada pertanyaan yang terlontar denga sendirinya tentang mengapa begitu kotor kamarmandinya. ayah menjelaskan kondisi saat sekarang lagi libur sehingga tidak ada yang mengurus, sebuah alasan yang logis walau ada pertanyaan yang berusaha tidak lagi saya lontarkan.

     Tentunya banyak kekurangan dan kelebihan yang tampak langsung dilihat, hanya saja ada hati yang memilih, hati yang melihat, yang mampu melihat yang tidak dapat dilihat oleh mata, itulah kelebihan dari hati, iya mampu melihat, mendengar dan merasakan yang tidak dapat dijangkau oleh indra lainnya.



0 komentar: