I Fall In Heart - Islamic Boarding School
Ada sesuatu keinginan dalam hidup yang tidak dapat diungkap namun dapat
dikira-kira dan dicari-cari sebab musababnya. Hanya janji pada diri
sendiri yang mampu diingat untuk dipenuhi, keberangkatan saya ke Bumi
Minangkabau bersama ayahanda dan adinda saya, bukan lagi hanya niatan
saya sendiri, namun sudah menjadi kesepakatan keluarga sudah
ditimbang-timbang oleh seluruh pihak keluarga, dan sudah dirunding
dengan mamanda sebagai orang yang harus memimbing kemenakannya.
Merinding dan gemetar tubuh ini ketika mencoba mengulang kisahnya untuk
dituliskan kembali, sungguh tidak dapat dijangkau dari mana datangnya
keinginan ini, walau tiga tahun yang lalu sebuah kalender membuat hati
ini antusias, namun tetap bukan menjadi alasan untuk menagih setelah
tiga tahun berlalu. Semacam ada sebuah suratan yang telah terbubuhi
darah yang tidak dapat untuk tidak dipenuhi, tempat itu
memanggil-manggil seiring berdegubnya jantung ini.
Niatan yang kuat selayaknya bersegera untuk dipenuhi, sudah kami
rencanakan bersama ayahanda untuk perhitungan harinya, untuk dapat
berkunjung ke tempat-tempat keberadaan yang sudah diniati, niat untuk
melanjutkan sekolah ketingkatan menengah pertama, tempat dimana
anak-anak dilepas dari ketiak emaknya, tempatnya anak-anak mau belajar
agama dan bahasa arab, dimana anak-anak ditempatkan oleh orangtua yang
sibuk dengan pekerjaannya, dan tidak terkecuali tempat anak-anak yang
nakal dan tidak sanggup orang tua mendidiknya, itulah tempat dimana
orang menyebutnya pesantren. Tapi tidak dengan hati ini bukan itu semua
yang menjadi alasan, niatan ini dari diri sendiri bahkan ayahanda
terlebih ibunda berat melepas dari pangkuannya, belajar agama dan bahasa
arab tidak pula hal tersebut yang menjadi niatan, panggilan hati dan
jiwalah yang terus mendengung-dengung ditelinga mengalir lewat saraf
yang mengantarkan ke otak dan digenggam oleh hati, nankemudian tidak
pernah lepas sampai janji terpenuhi.
Ada banyak pesantren di Bumi Minang ini, namun tidaklah pula semua
ingin dituju hanya dikawasan Padang Panjang dan sekitarnya termasuk
bagian Tanah Data lah yang ingin kami tuju. Disana ada beberapa
pesantren, pertama sekali sebelum masuk kota Padang Panjang akan tampak
pesantren Al Makkah, tidak jauh dari pasar kota Padang Panjang ada
pula pesantren At-Tilmizun, Al-Annisa, kemudian diluar kota
padang panjang kearah jalan Bukiktinggi namun termasuk kabupaten Tanah
Data ada pesantren Al-Ikhlas.
At-Tilmizun sempat sudah menjadi salah satu tempat yang kami tuju untuk dikunjungi sebab sahabat saya sudah ada yang mondok disana sekitar dua tahun, namun karena ayahanda sudah sering ke Al-Ikhlas sebab telah sering mengunjungi sespupu saya sewaktu masih sekolah dulu, maka pesantren Al-Ikhlas menjadi tujuan pertama, lagi pula pulang dari sana toh juga akan bisa singgah sebelum balik ke Nagari Malalo, menurut ayahanda. Sampai diterminal pasar Padang Panjang turun dari bus carano cukup melelahkan, sebab selain bersempit-sempitan sejak dari Malalo bus carono ini sengaja dikemudikan supirnya dengan sangat lambat, untuk menyisir penumpang hingga penuh, bayangkan waktu tempuh satu jam malah jadi dua jam.
Dari Pasar Padang Panjang kami segera menyambung angkutan yang tidak kala gengsinya orang sana menyebutnya Ferari, sebab angkotnya berwarna merah, modelnya sudah tidak ada yang memproduksi lagi, padahal mobil itu bukan ferari melainkan diproduksi cevrolet dan datsun. Perjalanan terus menanjak sampai ayahanda berseru kiri da...
At-Tilmizun sempat sudah menjadi salah satu tempat yang kami tuju untuk dikunjungi sebab sahabat saya sudah ada yang mondok disana sekitar dua tahun, namun karena ayahanda sudah sering ke Al-Ikhlas sebab telah sering mengunjungi sespupu saya sewaktu masih sekolah dulu, maka pesantren Al-Ikhlas menjadi tujuan pertama, lagi pula pulang dari sana toh juga akan bisa singgah sebelum balik ke Nagari Malalo, menurut ayahanda. Sampai diterminal pasar Padang Panjang turun dari bus carano cukup melelahkan, sebab selain bersempit-sempitan sejak dari Malalo bus carono ini sengaja dikemudikan supirnya dengan sangat lambat, untuk menyisir penumpang hingga penuh, bayangkan waktu tempuh satu jam malah jadi dua jam.
Dari Pasar Padang Panjang kami segera menyambung angkutan yang tidak kala gengsinya orang sana menyebutnya Ferari, sebab angkotnya berwarna merah, modelnya sudah tidak ada yang memproduksi lagi, padahal mobil itu bukan ferari melainkan diproduksi cevrolet dan datsun. Perjalanan terus menanjak sampai ayahanda berseru kiri da...
Kami
turun tepat ditepi jalan lintas Bukik Tinggi, tidak jauh dari tepi jalan tampak sedikit
menjorok kedalam disambutlah oleh sebuah gapura yang bertuliskan Islamic
Boarding School menyusul nama pesantrennya dan pendidikan agama,
bahasa Arab dan Inggris, sunggung terkagum-kagum melihatnya.
Kami melangkah menuju gerbang itu, setiap langkah yang dijejaki menarik
ujung bibir kearah yang berlawanan, perlahan terbentang senyum di wajah
ini dan ditepuk-tepuk punggung kecil ini oleh ayahanda. lepas langkah
menjajaki tanjakan tak jauh lagi dari gerbang, jantung ini
berdegub pelan namun sesak dada dibuatnya akibat setiap degubnya keras
menghentak seakan ditahan hentakannya.
Tampak Gonjong-gonjong yang familiyar dimata, namun ini berbeda dari
yang sebelumnya ku lihat, gonjongan itu berlatar belakang langit yang
cerah biru, dibubuhi kapas-kapas putih yang memberikan mozaik-mozaik bak
sebuah lukisan, sebab ada terpancang pasak bumi yang menjulang tinggi,
itulah Singgalang, bukan sebuah media, bukan pula rumah makan, namun
Singgalang adalah sebuah gunung yang menghidupi kehidupan disekitarnya.
Semakin mencoba mempercepat langkah, semakin lambat waktu terasa,
kekiri dan kekanan setiap sudut direkam oleh indra penglihatan tanpa
menghentikan langka untuk sampai ke gedung yang bergonjong tersebut.
Kami disambut oleh orang-orang yang ada disana, mereka mengenakan
kemeja yang diikat oleh dasi, dan dibalut oleh jas, dihantarkan kesebuah
ruangan untuk dijelaskan segala sesuatunya seperti seorang Salesman
menjelaskan produk untuk dibeli oleh calon konsumen. Proses berlangsung
tujuan hanya untuk melihat-lihat sudah berubah, semua mengalir begitu saja, tes
tertulis, wawancara dan lain-lain berlalu begitu saja, tanpa ada sesuatu
yang mengganjal.
Semua telah dijalani, hari belum pula berada pada pertengahannnya,
gedung bergonjong tadi telah kami tinggal keluar sayup-sayup pedih mata
ini menerima cahaya yang silau terus menantang untuk memmandangi langit
yang cerah, tak disangka diseberang gerbang, tidak diseberang jalan dan
jauh dari jalan itu tampak pasak Bumi yang memancang tinggi menjulang,
heran rasanya yang masih terekam jelas tadinya pasak Bumi itu berada di
belakang gedung yang dibelakang punggung ini, lalu kenapa berubah..?
Rasa penasaran itu membawa kaki berlari menjauh dari depan gedung
mencoba berlari sambil mundur terus menerus hingga tepat pada view yang
cukup untuk menemukan sebuah pasak bumi yang tadi tampak menyambut, rasa
penasaran itu dijawab oleh senyum yang terbalas setelah mencoba
membalas arah pandang semula, ternyata Al-Ikhlas berada pada pangkuan
kedua makhluk yang menjulang ini.
Indah sungguh tak terkira Bumi ini tidak berada di keramaian, sawah dan hutan dibahu dan sebalik punggungnya, teduh alam dan langitnya, sejuk udaranya, damai Hati ini. Aku Jatuh Hati dibuatnya.
Indah sungguh tak terkira Bumi ini tidak berada di keramaian, sawah dan hutan dibahu dan sebalik punggungnya, teduh alam dan langitnya, sejuk udaranya, damai Hati ini. Aku Jatuh Hati dibuatnya.
*Tentang nama-nama pesantren tidak nama asli
Previous : Our Surau - Education Center Minangkabau
Flashback : Initial Plans Go Far
Next :
0 komentar: