Our Surau - Education Center of Minangkabau

19.06 Krisna Savindo 0 Comments

     Surau sering disamakan orang dengan musalah, tidak salah dengan adanya penyamaan jika dipandang dari sudut ukurannya, musalah memang berukuran tidak terlalu besar seperti mesjid yang berada ditengah pemukiman, digunakan sebagai tempat beribadah orang Islam, sholat dan mengaji.

     Namun Surau secara keseluruhan akan berbeda dengan musalah, Surau hanya akan kita dengar dikalangan orang minang saja. Surau sendiri bagi orang minang bukan hanya sebatas tempat beribadah atau sholat dan mengaji bagi orang minang, bagi orang Minang, Surau telah dijadikan menjadi suatu tempat yang kini sering kita dengar yang namanya Pusdiklat singkatan dari Pusat Pendidikan dan latihan. Alasan saya mengatakan Surau dijadikan tempat Pusdiklat bagi orang Minang karena di Minang Surau dijadikan tempat dimana anak laki-laki yang mulai menginjak masa remajanya lebih banyak menghabiskan waktunya setiap hari. Di Surau mereka belajar mengaji al Quran dan juga tafsirnya, ilmu hadis, Aqidah, Ibadah, Muamalah, dan materi keislaman lainnya. Di surau juga mereka belajar tentang petatah-petitih adat Minangkabau, beladiri, randai, dan berbagai kesenian serta adat budaya Minangkabau lainnya. Di surau jugalah mereka ditempa dan dipersiapkan untuk menjadi pribadi yang siap menanggung beban dan amanah di kemudian harinya.


     Terkait dengan fungsi surau di Minang yang ternyata tidak hanya sebatas tempat ibadah saja, maka tak salah kiranya apabila dikatakan surau sebagai salah satu pranata sosial di masyarakat Minangkabau. Pranata yang dikenal sebagai salah satu padanan kata untuk institusi, didefenisikan oleh  Koendjaraningrat sebagai sistem norma khusus yang menata suatu rangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi suatu keperluan   khusus   dari  manusia  dalam masyarakat.

     Surau menyangkut fungsinya sebagai salah  satu atau  bagian  dari  pranata penting dalam masyarakat Minangkabau, telah memainkan peranannya untuk memenuhi berbagai keperluan masyarakat dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Sebut saja fungsi surau sebagai institusi pendidikan dan pengajaran bagi anak-anak remaja di Minangkabau, selain itu surau juga memainkan fungsinya dalam sosialisasi berbagai informasi yang harus di ketahui masyarakat.

     Di bumi Minang yang sudah dianggap remaja hanya diperkenankan berinteraksi dirumah pada saat siang hari saja, hal ini ditujukan karena Rumah Gadang hanya menjadi milik dari kaum perempuan, selain itu hal ini ditujukan untuk mengurangi interaksi dengan saudara-saudara perempuan untuk membatasi pergaulan antara laki-laki dan perempuan, atas dari itu pada malam harinya remaja laki-laki harus tidur di Surau dan ketika masuk waktu subuh mandilah mereka untuk bersiap melaksanakan shalat subuh. Setelah terbitnya matahari maka diperbolehkanlah mereka untuk kembali ke rumah untuk sarapan dan bersiap pergi kesekolah. Sepulangnya dari sekolah pulanglah mereka kerumah untuk berganti pakaian, shalat, makan siang dan kemudian melakukan aktifitas yang sepatutnya dikerjakan termasuk membantu orangtua, waktu ashar dijadikan tanda jadwal untuk menghentikan aktifitas bekerja, kemudian itu dapatlah mereka melakukan aktifitas-aktifitas yang lainnya dapat bermain bersama teman-temannya, sampai pada waktunya bersiap kembali kesurau untuk dapat melakukan aktifitas beribadah, mengaji, mempelajari ajaran Islam, serta petatah-petitih adat Minangkabau, kemudian stelah itu dapatlah mereka turun kedepan surau untuk belajar randai berolahraga dan olah fikir yang dimaksud dengan Silek, kenapa saya menambahkan olah pikir, hal ini disebabkan filosofi silek di Minang, yang tidak mengandalkan otot, tapi mengandalkan pkiran, mangkanya seorang yang mahir dengan silat akan dipanggil dengan Pandeka yang maknanya Pandai Aka.

     Begitulah kami mefungsikan Surau kami sebagai mana adanya Pusdiklat. namun saya telah hidup dirantau, dilahirkan jau daripada bumi Minang yang tentu tidak saya dapati surau yang semacam itu, jauh dari adat dan budaya, saya yang hanya bergantung pada cara didik orang tua yang telah melatih dari Sekolah Dasar untuk belajar dari pagi sampai malam tiba. Untuk saja lingkungan memiliki fasilitas tersebut walau tidak akan saya dapati yang seperti surau ini, sepulang Sekolah Dasar siangnya haruslah saya ikuti sekolah kedua yaitu sekolah Ibtidaiyah untuk belajar pendidikan Islam sampai sore harinya, dan menjelang magrib masuk sudah harus berangkat ke masjid untuk belajar mengaji samapai selesainya sholat isya, sepulang dari sana barulah dapat mengerjakan tugas-tugas sekolah dan kemudian istirahat kembali. Namun itu semua berakhir hingga selesai Sekolah Dasar, sebab selesai pula pendidikan Madrasah Ibtidaiyah dan selesai pulah belajar mengaji.

     Sungguh dahulanya saya sendiri tidak tahu tentang begitu adanya peranan surau, walaupu sering ayahanda bercerita semasa mudanya membandingkan nasibnya dahulu dengan anaknya sekarang. Ayah dalam sela waktu sibuknya sering bersyukur kepada Allahnya yang telah memberikan nikmat kepada anaknya, dengan bentuk sebuah nasehat kepada saya. 
     Lah lamak iduik ang kini nak, kamanga se ado, sekolah serba langkok, buku ado, tas ado, indak lo nan murah...
     Ayah dahulu, untuak sakolah se susah, untuak mambali buku tulis sajo harus kaparak daulu, kok lalok di Surau, laloknyo di aleh lapiak, kok makan baru pulang ka rumah, indak ado nasih angek do nak, nasi dingin nan bamakan, ang lah lamak makan basamba lamak, lalok bakaruah di ateh kasua...
     Basyukurlah nak... 
    Seru ayahanda.

     Sungguh ada perubahan dari generasi-kegenerasi, peradaban tatanan sosial yang terbangun oleh Surau dari zaman ke zaman perlahan berubah, kebudayaan cemerlang Surau perlahan memudar, banyak faktor yang mempengaruhi, yang pasti peradaban budaya surau dahulunya tentu sudah teruji hasil pembinaannya, sebab banyak negarawan, sastrawan, serta agamawan yang dilahirkannya dari kebudayaan tersebut. Masa itu telah memudar ditelan waktu, saya sendiri tidak pernah merasakan sitem kehidupan yang seperti orang minang lakukan dahulunya, meski masa saya sebagai remaja bersekolah dan tinggal di kampung juga belum tentu akan dapat mengikutinya.

     Kemana perginya Surau kami, dimana lagi kami akan di tempah, kedua orang tua juga akan bingung bagai mana baiknya untuk menjaga anaknya agar baik anaknya yang disebabkan baik agamanya. Kalau pada saat selesai Sekolah Dasar dahulu taulah saya begitu baiknya pola remaja Minangkabau ditempah di Surau, mintalah saya untuk tinggal dikampung dan bersekolah disana. Namun kalaupun jadi adanya dahulu saya meminta untuk sekolah dan tinggal dikampung, pastilah tidak pula saya temui apa yang diharapkan dari surau itu, sebab sudah tidak ada lagi budaya itu, lantas kemana lagi saya yang sudah remaja ini harus belajar agar ditempah fisik, jiwa dan fikirnya.

Previous : Our Rumah Gadang

0 komentar: