Beloved Motherland

18.16 Krisna Savindo 0 Comments

    Kulihat ibu pertiwi Sedang bersusah hati Air matamu berlinang Mas intanmu terkenang, Hutan gunung sawah lautan Simpanan kekayaan, Kini ibu sedang susah Merintih dan berdoa. Kulihat ibu pertiwi Kami datang berbakti, Lihatlah putra-putrimu Menggembirakan ibu. Ibu kami tetap cinta Putramu yang setia, Menjaga harta pusaka untuk Nusa dan Bangsa.

     Jauh sebelum ada benih sedikitpun yang muncul, iya sudah ada, dan sudah indah dan kaya. Meski paradigma masyarakat banyak memahami bahwa ibu pertiwi adalah Buminya Indonesia, namun di saat kita mengcross cek kembali sejarah Nusantara ini, Ibu pertiwi adalah seorang perempuan kita bisa melihat dari sebuah buku “Jala Sutera” halaman 8-9
"Pada abad keempat tahun 350 masehi, tercatat nama Ratu Pertiwi (Ibu Pertiwi) yang menurunkan silsilah, raja Mulawarman di Kutai dan raja Purnawarman dari Tarumanegara, mengawali kerajaankerajaan di Nusantara ini. Pada abad ketujuh, Prabu Lelehan Pajajaran yang berputra Ciung Wanara yang menjadi raja di Pasundan Jawa barat, dan Aria Banga menguasai Jawa bagian tengah dan timur. Sehingga keturunannya menjadi raja-raja di Majapahit, yang mampu membangun Nusantara sampai ke Cempa di utara dan Madagaskar di barat, sebagian Australia di utara. Adanya istilah Sunda besar di Nusantara dan Sunda kecil di Eropa, mengingatkan kita akan kebesaran dan kejayaan kita saat itu di dunia. Pengaruh kebesaran Sriwijaya sampai ke negeri China melengkapi ke adi dayaan Nusantara lebih dari seribu tahun."

     Meskipun kisah para raja masih samar-samar untuk kita ketahui, ada yang menganggap sebagai mitos, dan juga menganggap memang benar kebaradaannya. Terlepas dari itu semua konsep Ibu Pertiwi yang kita sering dengar, bukan lah sebuah konsep kosong hasil karangan penulis lagunya, namun Ibu Pertiwi memiliki sejarah kisah yang luar biasa memunculkan sebuah maha putra yang menjadi bagian penentu berjalannya bangsa Indonesia ini.

     Pertiwi dalam konteks seorang perempuan, maupun konteks pertiwi hamparan bumi Indonesia, tetaplah menjadi sebuah sosok yang harus dijaga dan lindungi dalam bentuk proses aktivitas dan pengabdian kepada Negri Indonesia.

     Bukan dengki dan iri melihat orang yang kaya karna mengelola sumber daya alam Indonesia, tapi sakit rasanya melihat yang mengelola SDA habis-habisan itu orang asing, orang yang bukan di lahirkan ibu pertiwi, mereka menikmati kekayaan ibu pertiwi sendiri, tanpa ada melihat kondisi bumi ini, yang masih melimpah ruah kemiskinannya, masih ada yang tidak makan, masih ada yang tidak sekolah, dan masih ada yang teraniaya. Terlepas dari sumber daya manusia Negri ini yang belum mampuni untuk beraksi mengelolanya, lantas kenapa harus dipaksakan untuk digarap habis-habisan? kalau memang kita tidak belum mampu, kita juga bisa bersabar, untuk mempersiapkan SDM yang mampuni dan berkualitas, dari pada memaksakan untuk dikelola orang lain, sedangkan Negri ini tidak mendapat apa apa dari pengelolaan tersebut.

     Hal ini masalah Cinta, cinta terhadap negri ini, kecintaan kita sudah hilang, hilang oleh tahta demi segelintir harta pemuas ragawi sesaat, untuk dapat mengikuti permintaan dan keinginan nafsu yang tidak akan pernah mengatakan cukup, ketidak puasan menjadi hal yang dimaklumi sebagai sifat mutlak bagi setiap manusia, tapi apakah kita harus mengikuti terus, atau kita menghalalkan segala cara? dan mengorbankan orang lain untuk memenuhi keinginan nafsu yang tidak pernah memberikan manfaat pada diri kita sendiri.

      Aku tidak tau apakah kecintaan ini hilang apakah kita yang belum memilikinya, kita belum memiliki sense of belonging Negri Indonesia ini, seperti kita memiliki barang atau harta kita sendiri, yang pasti kita akan marah melihat orang lain merusak sesuatu yang kita miliki, kita berani mati untuk mempertahankannya.

     Bukan saya ingin melarang orang untuk memiliki hak asasinya, namun hanya mengingatkan Indonesia sangat indah, lebih indah dari Negri manapun, tapi kenapa kita lebih memilih untuk melihat negri orang lain untuk kita jadikan tempat berlibur, memang berlibur di Indonesia lebih mahal dari pada  berlibur negri lain, tapi kenapa tidak karena yang akan kita perkaya juga orang pribumi, bukan orang asing. Memang masih banyak bantahan dari hal-hal yang saya fikirkan ini tapi tetaplah kecintaan kita sudah tidak ada lagi.

       Terfikir juga dengan para cerdik pandai, yang bekerja di luar Indonesia, bahwa mereka lebih di hargai mahal di sana dari pada di Indonesia, namun tetap saja itu karna kecintaan kita sudah hilang di diseret globalisasi dan mengikuti harta yang tidak akan pernah berlebih. Anak negri ini tidak lagi cinta dengan negrinya sendiri, anak negri ini sudah tidak memiliki nasionalisme lagi, adapun yang cinta dan memiliki nasionalisme, mereka hanya bagian minoritas, yang tidak lagi didengar suaranya.

     Seharusnya kita coba merenung, seperti aku merenungkan kembali, bahwa aku lahir di negri ini, lahir dari putri negri ini, aku memiliki gen berkarakter dari negri ini, aku makan dari negri ini,  menghirup udara segar dari reproduksi negri ini, aku belajar dari alam negri ini, dan sehingga aku tumbuh di negri ini, bagai mana mungkin aku tidak cinta dan pergi dari negri ini Negri Indonesia.

     Tanah airku tidak kulupakan, Kan terkenang selama hidupku, Biarpun saya pergi jauh, Tidak kan hilang dari kalbu, Tanah ku yang kucintai, Engkau kuhargai, Walaupun banyak negri kujalani, Yang masyhur permai dikata orang, Tetapi kampung dan rumahku, Di sanalah kurasa senang, Tanahku tak kulupakan, Engkau kubanggakan.

     Jika Beliau, Ibu Pertiwi masih hidup, ataupun kembali terjaga dari tidur panjangnya, ia pasti tidak akan berhenti mengeluarkan air matanya, melihat putera puterinya kini sudah tidak lagi cinta kepada negri ini, melihat negri ini di rusak oleh putera puterinya, semoga putera puterinya sadara akan semua usaha pendahulunya dalam memperjuangkan negri ini untuk tetap jaya agar melampaui masanya sendiri amin ya robbal alamin...