Basic Social cultur of Indonesia

01.48 Krisna Savindo 0 Comments

     Pelangi indah karena warnanya, langit biru tanpa ada percikan awan juga tidak akan indah, air laut terlihat bening pasti dikatakan biasa saja, lukisan tanpa keanehan corak dan bentuk tidak akan dikatakan bagus, apa lagi aktifitas manusia yang semua sama pastilah membosnkan, menu makanan juga kalau itu-itu saja membuat tidak selera untuk makan, sama halnya dengan pakaian aturan, kepercayaan, pemahaman, termasuk budaya, agama. Tatkala negeri ini seragam, pastilah bukan Indonesia Namanya.
     Indonesia memiliki mayoritas agama Islam, walaupun bila dilihat kembali sejarahnya Islam datang ke Negeri ini setelah Negeri ini dikuasai oleh dua kerajaan besar, Sriwijaya dan Majapahit yang beragama Hindu dan Buddha, sedangkan Kristen dan Kong Hucu masuk setelah Islam, lalu ditambah dengan dengan munculnya aliran-aliran kepercayaan. Sementara, pluralisme budaya terwakili oleh budaya yang di sebut oleh Nurcholish Madjid, sebagai budaya pesisir dan budaya pedalaman. Budaya pesisir lebih menunjukkan ciri-ciri yang progresif, sedangkan budaya pedalamn mewakili budaya petani yang statis. Maka persoalannya menurut Nurcholish Madjid, adalah bagai mana umat Islam Mau Keluar dari budaya pedalaman dan mengakui pluralitas Indonesia.


       Berkaitan dengan hubungan Islam dan negara di era modern ada tiga pandangan,yaitu teokratis (Islam sebagai agama dan negara), sekuleris (agama dipisahkan dari negara, seperti di Turki), dan agamis/kultural/fiqih. Dua pandangan pertama bisa disebut dengan pendekatan ideologis dalam hubungan Islam dan negara. Pandanganpertama melihat bentuk negara teokratis sebagai bentuk negara ideal yang harus diperjuangkan, sedangkan pandangan kedua berjuang mewujudkan bentuk negara sekuler sebagai model idealnya. Kedalam pendekatan ideologis dapat ditambahkan kelompok komunis yang mendukung bentuk negara ideal sebagai komunis. Para pendukung pendekatan ideologis menghendaki terjadinya perubahan revolusioner terhadap bentuk negara yang dipandangnya belum ideal. Mereka tidak segan-segan
menggunakan kekerasan walaupun dengan mencari justifikasi dari sumber ajarannya masing-masing. Sedangkan pandangan ketiga dikenal dengan pendekatan fiqih dalam hubungan Islam dengan negara. Mereka memahami Al-Qur’an tidak mengandung “sistem” negara ideal yang harus diperjuangkan secara revolusioner, karena ajaran Islam bisa dijalankan dalam suatu komunitas dibawah kepemimpinan seorang ulama.
 

    Baginya Al-Qur’an hanya berisi pesan etis bagi berjalannya sistem pemerintahan yang efektif, dan bila Al-Qur’an menyebut suatu sistem maka hal itu dimaksudkan sebagai suatu contoh bagi aplikasi pesan-pesan etis saja.

     Problem atau masalah yang muncul baik itu masalah sosial maupun individual sangat mempengaruhi diantara keduanya. Masalah individual yang mempengaruhi masalah sosial atau sebaliknya. Dalam penanggulangan masalah-masalah yang muncul, David Mechanic menyebutkan coping capabilities (kemampuan-kemampuan menanggulangi). Salah satu dari teknik penanggulangan itu adalah escape mechanism (mekanisme pelarian diri), salah satu dari dimana mekanisme yang diaktualisasikan dengan mekanisme pertahanan ego disebut juga dengan self defense. 3 Pendekatan religius pun sering di gunakan, karena agama memang paling efektif untuk memanipulasi massa. Salah satu contoh dalam pemilu sering mempermainkan simbol-simbol keaagamaan untuk melestarikan penindasan. Ada pula agama dijadikan seseorang untuk alasan-alasan tertentu untuk membenarkan dirinya.

     Dari masalah-masalah yang muncul, sering terjadi perubahan dalam sosial masyarakat salah satunya terjadi perbenturan pola-poala hidup sosial di bagian tertentu. Maka yang diperlukan dalam perubaha masyarakat sekarang ini adalah :
  1. Pengertian akan hakikat perubahan zaman sekarang dalam dimensi global. Hal ini berkaitan dengan apa yg terjadi di dunia secara keseluruhan.
  2. Pengertian bagai mana memahami budaya bangsa sendiri, sehingga dapat diketahui lebih persis titik-titik singgung antara pola budaya nasional dengan pola budaya global.
  3. Akomodasi positif kepada perubahan, karena perubahan itu sendiri adalah sunnatullah dan kemestian.

     Sikap ini dapat dapat dikembangkan pada diri pemimpin dengan sikap terbuka, menghargai pendapat bebas berpikir positif, inklusivitik, didorong semangat kesatuan dan persatuan serta demokratis. Jika pemimpin sendiri sudah dapat mengembangkan sikap tersebut kedalam dirinya maka perubahan-perubaha dalam masyarakat akan sangat terdorong untuk menyebarluaskan sikap-sikap tersebut, di mana sikap-sikap itu kelak akan menjaga keseimbangan pada perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat.

      Basis sosial yang multi religion dan multi cultural menjadi sebuah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri lagi, memahami setiap sendi-sendi keberagaman menjadi sebuah keharusan dalam menjaga dan menyikapi membawa ke arah yang positif, bukan malah mempertentangkan, yang akan menimbulkan konflik-konflik yang sangat sulit diselesaikan, sehingga memicu perpecahan yang berlarut. Mestinya hal seperti ini sudah menjadi aktivitas yang di lakoni nenek moyang dalam menjaga Bumi Pertiwi, sehingga terwujudnya tatanan sosial yang rukun tanpa memaksakan ideologi satu sama lain, kepada yang lainnya.

      Progres ideologi kenegaraan tidak terkait, dengan hal-hal yang dapat memicu perpecahan, karna perpecahan, sangat memberi efek yang sangat besar terhadap persatuan dan kesatuan, jangan katakan nasionalisme itu ada dan jangan minta kita memilikinya ketika antara satu sama lain masih saja saling bermusuhan, karna nasionalisme tidak memandang suku agama etnis dan budaya.