Lord of The lord

01.15 Krisna Savindo 0 Comments

     Sampai saat ini manusia masi beragam, beragam dari bentuk, warna kulit, ras, klan, suku, bangsa, sampai Tuhan pun beragam. Jelas bahwa di dalam perbedaan tersebut adanya sikap saling mengunggulkan masing-masing dari perbedaan tersebut.

      Ada yang hanya mengakui keunggulannya, dan ada yang mengakui kelemahan dan ke kurangan nya, ada yang menyalahkan dan ada yang membenarkan, ada yang menganggap dan juga yang tidak dianggap, ada pula yang membenci dan menyukai.

      Dari perbedaan yang ada memunculkan sebuah wacana akan perbedan yang menciptakan, serta melahirkan pemikiran yang saling bertentangan,  melahirkan perbedaan itu sendiri. Tidak cukup sampai di situ, perbedaan kepercayaanpun menghasilakan aktualisasi dari aktivitas yang berbeda satu sama lain, hegemoni yang terjadi, sulit untuk menghindari wacana negative, serta rentan dari konflik karna isu, ada konflik dingin, ada konflik panas yang beradu dalam bentuk fisik. Sebenarnya sangat diharapkan jika diantaranya berlomba untuk menjadi yang lebih terbaik, namun sikap yang muncul, jauh dari persaingan meng upgrade potensi masing-masing.



      Tuhan lah yang menciptakan semua perbedaan yang ada, tapi entah Tuhan siapa, dan Tuhan yang mana?

      Ketika pertanyaan Pertanyaan muncul, mulai lah mereka bertanya, berfikir, mendeskripsikan, membayangkan wujud dari Tuhan tersebut, hal ini sebagai suatu sikap yang wajar bagi mereka yang mencari, namun mereka mencari dalam pikiran, yang bagiku Tuhan mereka sebenarnya sudah ada di pikaran mereka masing-masing.

      Bagai mana dengan mereka yang mengaku Ateis, apakah mereka benar tidak punya tuhan, lalu siapa yang mereka patuhi? Apakah hanya keinginan dari diri saja, yang samahalnya seperti binatang?

      Tapi bagiku Tuhan itu hanya ada di sini dan di sini. Di mana itu? Tuhan itu ada di pikaran dan di hati. Apakah hati yang di dalam sebagai organ tubuh? Bukan di hati itu, mungkin benar bagi mereka tapi bukan bagiku. Hatiku tidaklah berwujud bentuk yang berukuran, namu Hati yang kumaksud adalah Qalbu yang menyatu dengan tubuh tanpa bentuk namun dapat bekerja.

      Kanapa ku katakan seperti itu, karna disaat mereka berfikir, mendeskripsikan, membayangkan, wujud dari Tuhan, maka pikiran lah yang menciptakan tuhan, bukan tuhan yang menciptakan pikiran. Hal tersebut itu hanya sebatas menjalankan pikiran tanpa Qalbu, sebab qalbu tidak akan menerima hal tersebut, bayangkan saja, pikiran tidak akan mampu menembus, tata surya dalam jagad raya yang luas nya entah seberapa luasnya, yg tidak mampu di pikirkan oleh pikiran bagai mana iya dapat terbentuk. Masalah tersebut hanya dalam alam Ide, karena bagai mana mungkin Tuhan yang dalam pikiran tersebut dapat di ciptakan, sementara yag di ciptakan Tuhan tidak dapat kita jangkau dalam pikiran kita atau bagai mana bisa Tuhan dapat di ciptakan oleh ciptaan Nya sendiri yaitu pikiran.

     Kalau kita lebih cermat menyimak cerita salah satu Nabi, kenapa Ibrahim berusaha menghancurkan berhala? itu di sebabkan ketidak wajaran bahwa Tuhan sang khalik dapat dideskripsikan oleh ciptaan nya dalam bentuk-bentuk benda mati, selanjutnya mengenai kaum Quraisy yang sudah mengenal yang namanya ALLAH, namun tetap di zamannya diutus Muhammad untuk memperbaiki pemahaman pada zaman tersebut, hal itu semua disebabkan oleh masih adanya makhluk yang diciptakan menyangka-nyagka Tuhan dengan bentuk-bentuk yang muncul dalam pikiran mereka.
     Bagi Ku satu-satunya Tuhan yang ku percayai, Tuhan yang dapat, membuat sebuah Aturan yang mampu memberikan sebuah cara untuk dapat membuat aku hidup secara teratur, dan dapat memberikan sebuah manfaat yang baik, serta memberikan keselamatan untuk Hidup lebih Hidup, untuk berkehidupan, lebih menghidupi, yang mana semua itu dapat di buktikan pada masa yang sangat jauh dahulu, maupun pada masa yang sanagt jauh akan datang, di mana pun, dalam bentuk apa pun, di dalam budaya yang beragam, bentuk yang berbeda, sosial yang bermacam sekalipun. Maksudnya adalah Tuhan ku, adalah Tuhan yang mampu menjelaskan alasan aku untuk dilahirkan dan alasan aku harus tetap hidup.

      Pastinya proses pencarianku terbentuk dalam dunia Ide, namun Qalbu yang dapat menerima sebuah kebenaran meleburkan alam ide tersebut, yang mampu menyerap sebuah bentuk empiris, dalam pengujuan kebanaran yang mutlak hanya ada satu, tanpa ada kebenaran yang lain dalam hal yang sama.

     Dengan menyingkirkan sangkaan dugaan yang muncul dalam pikiran, menghasilkan sikap-sikap yang membawa keinginan untuk tetap mencari sebuah keyakinan yang absolut, yang tidak dapat di pungkiri, dalam bentuk-bentuk yang lebih nyata, yang tidak berandai-andai di dalam alam ide.


      Jadi Tuhan yang menciptakan jagad raya yang besar ini tidak akan mampu disambut oleh manusia yang sekecil ini. Tentunya ada sebuah bukti yang nyata secara empiris sebagai pengganti Tuhan di muka Bumi sebagai Bukti keberadannya.

      Lalu Apa Penggantinya?

Tuhan yang tidak lagi di Deskripsikan, atau tidak lagi diInterpretasikan dalam bentuk-bentuk yang tidak pasti. Membuat aku mencari esensi dari sebuah bentuk memiliki ketuhanan tersebut agar dapat menemukan jawaban-jawaban yang kongkrit untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang belum aku ketahui jawabannya. Sudah kah kita sadari bahwa yang saat ini dekat dengan kita  bagian dari Tuhan tersebut, yang dalam budaya di Negri ini, yang orang tua mengingikan anak-anaknya untuk dapat membacanya, membaca yang nyata dari Tuhan tersebut.
 
     Belajar membaca Kitab tersebut sebenarnya sudah menjadi hal yang menjadi tuntutan, karena adanya sebuah keimanan, dalam bentuk harapan agar kelak bisa membaca kitab tersebut, sebagai keterangan yang jelas dalam hidup dan kehidupan. pastinya mereka-mereka memiliki juga hal tersebut, dimana akan terjadi bentrok dalam setiap petunjuk-petunjuk tersebut, semua mereka-mereka menyatakan kebenaran masing-masing.
  
     Lalu kitab yang mana yang mau diikuti untuk dapat memandu berjalannya kehidupan dan berkehidupan. Orientasi masing-masing Tuhan atau Kitab sebagai petujuk masih kuyakini adalah, terwujudnya sebuah hasil kebaikan, namun sebuah tujuan tidak akan sampai atau tercapai dengan tepat tanpa cara atau usaha yang benar, kembali lagi pada masing-masing kitab yang masih juga meng klaim punya konsep yang sempurna dari tuhan-tuhannya, walaupun itu sebuah hal yang semestinya dari sebuah keimanan, namun apakah mungkin dalam hal yang berbeda, memiliki dua kebenaran? Menurut ku hal itu tidak akan mungkin, Sebab pasti hanya ada satu kebenaran, atau tidak ada satu pun yang benar, tapi apakah mungkin diantaranya tidak ada satupun yang menjadi sebuah kebenaran yang sama-sama dari Tuhan.

     Kita sebagai manusia sangat menuntut bukti-bukti yang meyakinkan kita, untuk kita imani, namun sikap-sikap yang dilakukan hanya sering dilakukan dengan cara memperdebatkan antara konsep Tuhan yang satu dengan Tuhan yang lainnya, namuncara-cara tersebut tidak menjadi cara yang efektif dalam membuktikan kebenaran dan keunggulan, karena cara tersebut hanya menghasilkan sudut pandang yang semakin berjauhan, dan memuncukan pertentangan.

     Bagiku kebenaran dan keunggulan konsep hanya akan terbukti jika masing-masing konsep dapat di buktikan dengan sikap dan aktivitas yang nyata, bukan pula aktivitas yang hanya di bicarakan, yang tidak akan menjadi buktinyata. Hal terpenting sebelum mengaktivitaskannya perlu sebuah sikap untuk memahami dengan benar konsep-konsep tersebut, sebagai bukti mengenali Tuhan dalam bentuk sebuah ajaran yang memberi petunujuk.

     Tuhan-Tuhan yang manapun, konsep seperti apapun, walau berbagai macam sekalipun, tetap bagiku kita sama-sama untuk berikhtiar dalama mengaktivitaskan dan menjalankannya agar kelak dapat terbukti dengan hasil yang lebih baik, untuk dipilih menjadi sikap yang tunduk pada sebuah kebenaran sebagai orientasi yang ingin di capai bersama, bermanfaat bukan untuk diri sendiri, namun untuk diri orang lain yang menjadi entitas absolut yang Hakiki. 

0 komentar: